REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad harus bersedia mundur lantaran kinerjanya dinilai lamban.
"Sudah 120 hari Abraham Samad memimpin, tapi tanda-tanda KPK akan berlari cepat belum juga terlihat," terang deklarator Komite Pengawas KPK, Neta S Pane, Selasa (17/4). Jika situasinya tetap seperti saat ini, ungkap Neta, empat bulan mendatang Abraham tampaknya harus siap mundur dan pulang kampung seperti janjinya sebelum menjadi Ketua KPK.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) ini juga menilai lambannya kinerja KPK karena ada indikasi keberpihakan yang luar biasa terhadap penguasa. Sehingga kasus-kasus besar yang pernah dijanjikan para pimpinan KPK Jilid III untuk diungkap, justru menjadi kabur.
Contohnya dalam kasus dugaan korupsi Wisama Atlet. Meski Angelina Sondakh sudah ditetapkan sebagai tersangka tapi belum juga ditahan dan proses hukumnya berjalan lamban seperti keong. Begitu pula terkait dugaan keterlibatan Anas Urbaningrum di kasus serupa. Bahkan sejumlah saksi sudah mengungkap dugaan keterlibatannya dalam kasus Nazaruddin tapi belum juga diproses. Begitu juga kasus yang diduga melibatkan Menakertrans Muhaimin Iskandar.
Sementara figur yang tidak punya jalur kepada kekuasaan bisa dengan cepat diproses dan tersangkanya ditahan KPK. "Belakangan KPK malah terlihat mengalihkan perhatian publik kepada kasus korupsi di daerah, yang jumlah kerugiannya tidak signifikan,"cecar Neta.
Komite Pengawas KPK mencatat setidaknya ada. Delapan kasus besar yang harus dituntaskan Samad. Yaitu, kasus BLBI, Kasus Gayus yang melibatkan pejabat perwira tinggi Polri, Bank Century, Wisma Atlet yang melibatkan bos besar dan ketua besar, kasus Hambalang, dugaan mafia anggaran DPR yg diungkap Wa Ode Nurhayati, cek pelawat, dan kasus di Kemenakertrans.