Selasa 10 Apr 2012 23:08 WIB

Chevron: Operasi Minyak, Pemerintah tak Keluar Dana Sepeser Pun

Rep: Gita Amanda/ Red: Chairul Akhmad
 Manager Coporate Communication Chevron, Dony Indrawan (kanan) dan Communication Specialist Chevron, Jeanny Simanjuntak (kiri), saat berkunjung ke kantor Harian Republika, Jakarta, Selasa (10/4).
Foto: Republika/Agung Suprianto
Manager Coporate Communication Chevron, Dony Indrawan (kanan) dan Communication Specialist Chevron, Jeanny Simanjuntak (kiri), saat berkunjung ke kantor Harian Republika, Jakarta, Selasa (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tak ada dana pemerintah yang keluar untuk operasi minyak. Selama ini Chevron dan BP Migas menjalin kerjasama dengan sistem bagi hasil, yang mencakup alokasi dana untuk program recovery lahan.

Manager Corporate Comunication PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Dony Indrawan, mengisahkan hubungan bisnis antara Chevron dan Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menggunakan sistem Production Sharing Contract (sistem kontrak bagi hasil).

BP Migas selaku wakil pemerintah Indonesia memiliki aset, area, fasilitas dan mengatur semua program dan anggaran. Sementara Chevron bertindak sebagai operator yang menyediakan dana atau modal, tenaga ahli dan teknologi dalam kerjasama pengeboran minyak ini.

Namun Dony menambahkan, pembagian keuntungan dari sistem bagi hasil ini baru bisa dilakukan setelah memasuki masa produksi. Jika belum sampai tahap produksi, maka belum ada sistem bagi hasil.

"Yang ada kalau ternyata tanah yang tersebut tak mengandung minyak, ya sudah dana yang dikeluarkan untuk eksplorasi lahan hilang begitu saja," ujar Dony saat mengadakan kunjungan ke kantor Republika, Selasa (10/4).

Dony mencontohkan, untuk satu pengeksplorasian area biasanya dibutuhkan dana kurang lebih 1 juta dolar AS untuk satu sumur. Jika dari hasil eksplorasi tersebut ditemukan minyak, maka sistem kontrak bagi hasil baru bisa berjalan.

Misalnya, lanjut Dony, dana yang dikeluarkan untuk eksplorasi sebesar 20 ribu barel. Kemudian ternyata keuntungan yang didapatkan adalah sebesar 100 ribu barel. Maka dari keuntungan 100 ribu barel tersebut disisihkan dahulu 20 ribu barel untuk menutup modal awal, ongkos produksi, gaji karyawan dan lainnya.

Nantinya setelah itu sisa 80 ribu barel tersebut, 90 persen untuk pemerintah Indonesia dalam hal ini BP Migas, sementara 10 persen baru diberikan untuk Chevron. Dalam kontrak bagi hasil tersebut ada alokasi yang dinamakan cost recovery, yakni dana untuk program pemulihan lingkungan.

Sehingga menurut Dony, dana yang dikeluarkan untuk program recovery lahan tersebut salah satunya bioremediasi, bukanlah dana dari pemerintah. "Cost recovery ini dananya bukan dari dana pemerintah. Pemerintah tidak keluar dana sepeser pun, untuk biaya operasi minyak," tegasnya.

Belakangan ramai diberitakan, Chevron tersangkut kasus korupsi dana bioremediasi. Dugaan korupsi ini berawal dari adanya perjanjian antara BP Migas dengan Chevron. Pada perjanjian tersebut juga ada pembagian yang mengatur mengenai biaya untuk melakukan remediasi atau disebut cost recovery. Kejaksaan Agung sedang melakukan penyidikan terkait kasus korupsi proyek bioremediasi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement