REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden SBY masih belum juga menentukan sikapnya terkait keanggotaan PKS dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) partai koalisi. Menurut Pengamat Politik UGM, Ari Dwipayana, ada sejumlah opsi yang dapat diambil presiden untuk menyelesaikan status keanggotaan partai politik berbasis Islam tersebut.
Ari berpendapat, presiden bisa saja memilih salah satu dari tiga opsi berikut guna menentukan keputusan atas keanggotaan PKS. Tiga opsi tersebut, ujar Ari, yaitu memberhentikan tiga menteri yang berasal dari PKS atau mengeluarkan salah satu menteri saja dari Kabinet Indonesia Bersatu II. Yang kedua tetap di Setgab namun artikulasi politiknya tidak terakomodir secara optimal.
"Untuk pilihan yang terakhir misalnya tidak ada bendera PKS di Setgab," ujar Ari dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/4).
Kendati demikian, tutur Ari, bila ternyata keputusan presiden harus mendepak PKS dari Setgab, Partai Demokrat harus bersiap untuk menanggung segala resiko politiknya. Resiko politik itu bisa berupa politik melodramatik atau parlemen.
Dikatakannya, politik melodramatik adalah PKS kemungkinan akan dianggap masyarakat telah dicederai secara politis oleh Setgab. Sebab, Ari memprediksi, masyarakat akan menilai PKS dikeluarkan dari keanggotaan Setgab karena menolak kenaikan harga BBM dalam sidang Paripurna DPR RI lalu. Dampaknya, jelas Ari, PKS bisa jadi akan memperoleh banyak dukungan dari masyarakat.
Sedangkan untuk politik parlemen, masih kata Ari, selepas PKS dikeluarkan, tidak ada yang dapat menjamin manuver yang akan dilakukan Partai Golkar terkait keanggotaannya di Setgab partai koalisi. Bila ternyata Golkar juga keluar, ujar Ari, maka Partai Demokrat akan kehilangan banyak suara di parlemen.
"Jadi kalkulasi politiknya harus dipertimbangkan," ujar Ari menegaskan.