Kamis 05 Apr 2012 07:41 WIB

Kontras Minta Pengesahan RUU PKS Ditunda

Koordinator Kontras, Haris Azhar (kiri).  (Foto : Edwin Dwi Putranto/Republika)
Koordinator Kontras, Haris Azhar (kiri). (Foto : Edwin Dwi Putranto/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta, 5/4 (ANTARA) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta DPR menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial (PKS), yang terkesan terburu-buru."KontraS memprotes keras atas rencana pengesahan RUU PKS secara sepihak oleh DPR RI pada Sidang Paripurna Selasa (3/4), meski akhirnya DPR RI menunda rencana pengesahan hingga 10 April 2012.

Namun, KontraS tetap memandang pengesahan RUU tersebut secara terburu-buru," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, di Jakarta, Kamis (5/4).

 

Protes keras itu juga disampaikan KontraS melalui surat terbuka kepada Ketua Pansus RUU PKS, Eva Sundari, pada Selasa (3/4).

Menurut Haris, tindakan sepihak ini membuktikan bahwa DPR RI telah menggunakan instrumen kewenangannya (kewenangan legislasi) untuk memangkas tahapan proses Partisipasi Masyarakat sebagaimanan diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 Tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, terutama pada pasal 96. "DPR juga mengabaikan aturan atau UU lain yang tidak boleh ditentang oleh RUU PKS ini," ujarnya.

Keresahan KontraS, juga akan dirasakan banyak elemen masyarakat sipil lainnya mengingat selama ini elemen masyarakat sipil turut bahu membahu dalam mencari resolusi konflik dan merawat proses perdamaian pasca-konflik.

Pengabaian masukan masyarakat sipil dalam berbagai ruang pertemuan dengan DPR, lanjut dia, adalah wujud pengingkaran mandat rakyat itu sendiri. Sebuah pengesahan RUU idealnya harus melibatkan partisipasi dan sosialisasi publik yang simultan, di mana ruang-ruang ini akan diisi berbagai alat uji "consequential harm test" dan "public interest test".

Haris mencontohkan, khususnya di wilayah-wilayah Indonesia yang masuk dalam kategori konflik (Papua) dan pasca-konflik (Sambas, Sampit, Maluku, Aceh, Poso, hingga wilayah perbatasan Timor Leste, Atambua), sejauh pemantauan KontraS, belum ada proses sosialisasi dan penarikan masukan dari kelompok-kelompok masyarakat.

Selain proses yang tidak partisipatif, KontraS memandang bahwa materi-materi (pasal-pasal) yang ada didalam RUU PKS juga masih bermasalah, terutama pasal-pasal yang berpotensi mencederai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia warga Indonesia.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement