Rabu 04 Apr 2012 15:35 WIB

Sembilan Parpol Dituding Berperilaku Korup

Rep: Mohammar Akbar/ Red: Djibril Muhammad
Koordinator ICW Danang Widoyoko
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Koordinator ICW Danang Widoyoko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai sembilan partai politik (parpol) pemenang Pemilu 2009 cenderung berperilaku koruptif. Indikasi itu tercermin dari buruknya pelaporan penggunaan dana subsidi APBN 2010 yang diterima parpol.

Bahkan dari hasil uji akses informasi laporan keuangan yang dilakukan ICW, Hanura menjadi satu-satunya parpol yang tidak bersedia memberikan laporan penggunaan dana APBN. Sementara Partai Demokrat yang menerima kucuran dana subsidi terbesar senilai Rp 2,3 miliar hanya merinci laporannya dalam format selembar kertas ukuran A4.

"(Perilaku korup) itu bisa jadi karena alokasi yang digunakan tidak sama dengan desain awal yang diajukan. Tapi yang pasti perilaku parpol ini tidak transparan," kata Apung Widadi, peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, di kantornya di Jakarta, Rabu (4/4).

Sembilan parpol yang diuji akses informasinya tersebut adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKS, PAN, PKB, PPP, Hanura, dan Gerindra. Koordinator ICW, Danang Widoyoko, mengatakan kegiatan ini baru kali pertama dilakukan.

"Kita baru melakukannya sekarang karena baru tahun ini juga Komisi Informasi itu berfungsi. Tentunya ke depan kita akan teruskan lagi kegiatan ini," ujarnya menegaskan.

Danang menjelaskan, pijakan hukum yang digunakan ICW merujuk pada UU KIP No.14 Tahun 2008 pasal 15. Dalam kebijakan itu tertulis parpol wajib terbuka untuk pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari APBN maupun APBD.

Dasar hukum yang lain adalah UU Parpol 2 Tahun 2008. Dalam aturan tersebut, kata Danang, masyarakat diberikan ruang untuk dapat mengetahui penerimaan dan pengeluaran keuangan parpol. "Tujuan kami lebih ingin mendorong agar parpol lebih transparan dan akuntabel," katanya.

Sayangnya, kata Danang, dari hasil uji akses informasi tersebut parpol belum memiliki standar laporan keuangan yang baik. Tak heran misalnya, ICW harus menerima dalam format yang jauh dari standar akuntansi.

Berdasarkan laporan tersebut, Republika mendapatkan, Demokrat memberikan laporan keuangan paling sederhana. Dari dua lembar kertas yang diterima ICW, rincian keuangan yang diberikan hanya dalam satu lembar kertas saja. Padahal, dana yang diberikan pemerintah kepada partai pimpinan Anas Urbaningrum ini nilainya paling gendut, yakni Rp2.338.771.860.

Sebaliknya, Gerindra yang memperoleh gelontoran dana rakyat sebesar Rp 501.421.860 dinilai ICW memiliki kualitas laporan paling baik. Laporan setebal hampir 9 cm itu merinci hampir setiap pengeluaran, termasuk memberikan bukti kwintasi. Sedangkan untuk PPP, PDI Perjuangan dan Hanura, dinilai oleh ICW laporannya buruk. "Untuk PKB, PKS, PAN, dan Golkar kualitas laporannya sudah cukup," kata Apung.

Dari hasil uji akses informasi itu, Apung juga menemukan fakta bahwa parpol-parpol tersebut masih belum serius mendidik masyarakat untuk 'melek' dan sadar politik. Apung mengungkap, Golkar, PDI Perjuangan dan PPP tidak ada sama sekali mengalokasikan dana subsidi negara itu untuk melakukan kegiatan pendidikan politik.

Sementara Demokrat paling banyak menggelontorkan dana subsidi negara itu untuk rapat internal sekretariat dengan jumlah 41 persen dari total dana yang diterima. Sedangkan untuk kegiatan pendidikan politik, Demokrat hanya mengalokasikan 2 persen saja.

"Tapi rata-rata, parpol lebih banyak mengalokasikan dananya untuk biaya telpon dan listrik. Itu bisa dilihat pada Golkar, PDI Perjuangan, PKS, dan PAN," ujar Apung.

Terkait dengan temuan ini, ICW memberikan usulan agar perlu dilibatkannya KPU dalam mekanisme kontrol keuangan parpol. Selain itu, Danang juga berharap adanya keterlibatan lembaga akuntan publik untuk bisa mengaudit dana publik yang masuk ke tubuh parpol.

Ini didasarkan karena merujuk pada UU Parpol, sumber keuangan parpol ini berasal dari iuran anggota, sumbangun pihak ketiga yang sah menurut hukum dan bantuan keuangan APBN/APBD.

"Yang kita lakukan ini baru kepada dana APBN, belum dana publik. Untuk itu perlu rasanya melibatkan akuntan publik untuk bisa mengaudit transparansi keuangan parpol ini," kata Danang.

Dengan adanya upaya transparansi ini, Danang berharap, skandal-skandal pascapemilu yang selalu muncul tidak lagi terulang. "Ke depan memang harus diatur secara tegas dan jelas. Jadi skandal-skanda seperti Century, Nazarudin, Bank Bali tidak lagi muncul," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement