Senin 02 Apr 2012 13:34 WIB

Pasal 7 Ayat 6A Akibat Perbedaan Sikap dalam Koalisi

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pramono Anung
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Pramono Anung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketidakkompakan koalisi partai dalam setgab kembali disorot. Menurut Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, perbedaan sikap di dalam koalisi membuat hal sederhana menjadi rumit. Ini yang kemudian membuat keputusan dalam UU APBN-P 2012 menjadi rawan untuk diuji materi. Khususnya pasal 7 ayat 6A.

Ia melihat, pasal 7 ayat 6 dan ayat 6A ini bertabrakan. Satu melarang harga tidak boleh dinaikan satu boleh dinaiikan. Karenanya, akan gampang bagi siapun untuk melakukan judisial riview.

"Kalau kemarin saya yang pimpin pasti lebih gampang, teduh, tidak ada lagi yang teriak-teriak. Karena mereka sendiri tidak solid sehingga membuka ruang keributan di antara mereka sendiri," ucap politisi PDI Perjuangan tersebut.

Pramono mengakui, proses di DPR lebih ke politis yang bukan berisi benar atau salah secara konstitusi. Sehingga, pendekatannya pun beda dengan pendekatan konstitusi. Secara konstitusi, tak lagi melihat mayoritas atau minoritas. Tapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Pengambilan keputusan di DPR adalah pengambilan keputusan politik. Seperti contoh, pasal 7 ayat 6A munculnya dari mana kemudian tiba-tiba ada. Partai yang berikan dukungan awal, PKS, sudah mencabut, tapi itu barang masih ada," ujar dia.

Ia pun mengaku tak perlu melakukan gugatan ke MK terkait pasal itu karena memang sudah ada beberapa ahli dan akademisi yang berencana melakukan gugatan. Alasannya, secara moral apa yang diperjuangkan para akdemisi dan ahli hukum tidak berbeda dengan apa yang diperjuangkan partainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement