Sabtu 31 Mar 2012 08:09 WIB

Harga Minyak RI Belum Penuhi Syarat Kenaikan BBM

Kilang minyak/ilustrasi
Foto: desmogblog.com
Kilang minyak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Harga minyak Indonesia (Indonesian crude price/ICP) dalam enam bulan terakhir belum memenuhi syarat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 1 April 2012.

Berdasarkan data Kementerian ESDM di Jakarta, Sabtu, rata-rata ICP dalam enam bulan terakhir atau periode 1 Oktober 2011 hingga 31 Maret 2012 adalah 116,49 dolar AS per barel.

Perincian ICP dalam enam bulan terakhir adalah Oktober 2011 sebesar 109,25 dolar perbarel, November 112,94 dolar, Desember 110,70 dolar, Januari 2012 115,90 dolar, Februari 122,17 dolar dan Maret 128 dolar.

Angka 116,49 dolar tersebut berarti 11 persen di atas asumsi RAPBN Perubahan 2012 yang dipatok sebesar 105 dolar perbarel.

Dengan demikian, harga rata-rata ICP selama enam bulan terakhir yakni periode Oktober 2011-Maret 2012 belum memenuhi syarat kenaikan harga BBM yang ditetapkan dalam RAPBNP 2012 minimal 15 persen atau 120,75 dolar perbarel.

Rapat Paripurna DPR, pada Sabtu dini hari memutuskan untuk memasukkan Pasal 7 Ayat 6A dalam RAPBNP 2012. Ketentuan tersebut memberikan kewenangan pemerintah menaikkan atau menurunkan harga BBM bersubsidi.

Pasal 7 Ayat 6A RAPBNP 2012 selengkapnya berisi "Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam enam bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya."

RAPBN tersebut akan menjadi UU setelah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan masuk dalam lembaran negara.

Sesuai hasil Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Marzuki Alie, pengesahan Pasal 7 Ayat 6A tersebut dilakukan melalui pemungutan suara.

Fraksi yang menyetujui Pasal 7 Ayat 6A adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa dengan jumlah 356 suara.

Sebanyak 82 suara lainnya yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Gerindra menolak untuk memasukkan Pasal 7 Ayat 6A.

Sedangkan, Fraksi PDIP dan Hanura memutuskan untuk "walk out".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement