REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) ditengarai bertujuan untuk membantu rakyat miskin menikmati subsidi yang diberikan pemerintah.
Demikian dikatakan Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Bambang Widianto. Menurut dia, BLSM adalah pengalihan kompensasi yang tepat guna mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) agar dinikmati rakyat miskin.
Bambang mengatakan, ratusan triliun yang dikucurkan pemerintah dalam bentuk subsidi BBM, sebanyak 80 persen dinikmati orang kaya. Adapun warga miskin hanya menikmati sisa kecil dari subdisi yang dikucurkan pemerintah. Karena itu, dia menilai lebih tepat kalau subsidi BBM diganti dengan BLSM, sekitar Rp 18 triliun yang diberikan kepada 18,5 juta warga miskin.
Adapun sebanyak 30 persen warga miskin lapisan terbawah mendapat kucuran dana Rp 900 ribu selama enam bulan atau Rp 150 ribu per bulan. "Pemerintah menilai pemberian subsidi ke orang langsung lebih tepat daripada subsidi BBM yang sebagian besar dinikmati orang kaya," kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (30/3).
Pihaknya tidak memungkiri kalau terjadi penyimpangan penyaluran BLSM bakal menciptakan masalah di tataran masyarakat. Namun, mengacu pada data Badan Pusat Statistik 2011, sebagian besar para penerima adalah memang orang-orang yang membutuhkan.
Dia melanjutkan, rencana menaikkan harga BBM bukan berarti pemerintah antisubsidi harga premium. Namun, lebih baik kalau efektivitas keekonomian disalurkan dalam bentuk BLSM, yang dijadikan rakyat miskin sebagai tambahan penghasilan untuk membeli bahan pokok.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat, Kastorius Sinaga, mengatakan penetapan 30 persen warga berpenghasilan terendah berdasarkan hasil survei Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011. Di tengah perdebatan hebat bahwa BLSM dipergunakan sebagai isu tumpangan untuk menjalankan agenda politik, dia menilai tudingan itu tidak relevan.
"BLSM adalah program pemerintah untuk meredam dampak inflasi dan penurunan daya beli masyarakat yang biasanya terjadi setelah kenaikan harga BBM. "Pemerintah tak sekadar memindahkan beban kepada masyarakat, karena kenaikan BBM berlanjut dengan pemberian paket kompensasi," terangnya.