Senin 26 Mar 2012 02:02 WIB

Bogor tak Lagi Hijau

Rep: Adi Wicaksono/ Red: Dewi Mardiani
Kota Bogor, ilustrasi
Kota Bogor, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Curah hujan tinggi di wilayah Bogor tidak menjamin warganya terhindar dari kelangkaan air dan kekeringan. Eksploitasi lahan hutan dan pembangunan permukiman yang menyalahi tata ruang dinilai sebagai penyebab utama. "Bogor tak lagi hijau seperti dulu," kata Ketua biro sosial lingkungan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata (Himakova) Dedy Setiawan, Ahad (25/3).

Ia mengatakan, curah hujan rata-rata wilayah Bogor mencapai 3.552 milimeter per tahun. Angka ini terbilang tinggi sehingga Bogor dijuluki Kota Hujan. Meski demikian, masih sering terjadi kasus kekeringan dan kelangkaan air. Menurut dia, sejumlah wilayah yang rawan mengalami kelangkaan adalah Kecamatan Ciriung, Parung, Bojong Gede, Jasinga, Tenjo, Parung Panjang, Tajur, dan Cibinong.

Ketua Himakova Reza Aulia mengatakan, air yang jatuh dalam bentuk hujan tidak seluruhnya terserap dan tersimpan di dalam tanah. Akibatnya, lebih dari 60 persen hujan di Bogor hanya menimbulkan air limpasan. Hal itu diperparah dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dan meningkatnya kebutuhan air untuk kegiatan industri.

"Air hanya melintas dan tidak terserap. Akibatnya selain mengakibatkan kelangkaan, juga mengakibatkan banjir," ujarnya dalam peringatan hari kehutanan dan air di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ia menambahkan, selain kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pengendalian eksploitasi hutan, masyarakat juga harus memiliki pemahaman dan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Menurut dia, persoalan tersebut dapat ditanggulangi dengan memupuk kesadaran masyarakat sejak dini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement