REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – RUU Pemilu kian memasuki masa tenggat (deadline) dari waktu yang telah ditetapkan pada akhir Maret 2012.
Meskipun begitu, empat isu krusial yang selama ini menjadi penghambat terselesaikannya RUU tersebut belum juga terselesaikan, yaitu: ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT), besaran daerah pemilihan (dapil), konversi suara menjadi kursi, dan sistem pemilu.
Bahkan, pansus menambah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dengan memasukkan isu keterwakilan perempuan dan dana kampanye. Rapat pimpinan DPR-Fraksi, Rabu (14/3), telah menyepakati soal keterwakilan perempuan, yaitu menggunakan ketentuan peraturan sebelumnya, UU Nomor 10/2008.
Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anit Matta mengatakan, akan ada pertemuan pimpinan lagi untuk menyelesaikan masalah lima isu krusial sisanya. "Kita minta karena agak ekstrim untuk PT. Tapi yang kita sepakati harus berorientasi pada pemilu murah dan sederhana," jelasnya.
Solusinya, kata Anis, PT harus ada titik temu di tengah pilihan yang ada, yakni di antara opsi yang paling tinggi dan paling rendah. Ia pun menegaskan kalau PKS siap untuk melakukan negosiasi terkait PT. Saat ini, ada empat opsi PT, yaitu 2,5 persen, 3,5 persen, empat persen, dan lima persen. "PKS opsinya tiga sampai lima persen. Yang penting harus naik, tapi jangan terlalu jauh. Kira-kira angka ketemu di tengahnya, tiga atau empat persen," ungkap Wakil Ketua DPR tersebut.
Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, mengatakan sepakat jika memang harus ada kenaikan PT. Hanya saja, jangan sampai kenaikannya terlalu drastis. Pasalnya, dengan angka PT 2,5 persen pada UU Nomor 10/2008 saja ada 19 juta suara yang mubazir. "Paling tinggi 2,5 dan tiga persen. Dengan perkembangan masyarakat dan pemahaman politik kita bisa mencegah suara yang hilang lebih banyak lagi," papar dia.
Ia pun menolak alasan kenaikan PT untuk melakukan penyederhanaan partai sehingga lebih mendukung sistem pemerintahan presidensial. Pasalnya, jika memang ingin melakukan pemerintahan yang efektif, maka sebaiknya melakukan penyederhanaan fraksi, bukan partai. Artinya, bagi partai yang masuk ke parlemen dan tidak memenuhi kuota yang ditetapkan, maka harus bergabung dengan fraksi lain.
Wasekjen Partai Demokrat, Saan Mustopa menambahkan, RUU Pemilu harus diselesaikan dan jangan ada opsi untuk kembali ke undang-undang lama. Pasalnya, RUU ini sudah menjadi keinginan dan semangat bersama. "Ini sudah jalan dan hampir selesai. Kalau memang tidak bisa ada kesepakatan, maka sebaiknya voting. Karena semangatnya terus memperbaiki. Agar kualitas pemilu ke pemilu ada perbaikan," ujar dia.