REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mempertanyakan dasar pelaporan Koalisi Masyarakat Sipil ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mark up pembelian enam unit Sukhoi Su-30MK2 dari Rusia. Menurut Purnomo, penandatanganan kontrak antara Kementerian Pertahanan dengan Rosoboronexport belum efektif dengan menggunakan sistem pembelian loan agreement.
Kalau penandatanganan kontrak belum ada, pihaknya mempertanyakan darimana unsur korupsi yang dituduhkan itu. "Korupsinya di mana ? Kontrak ini belum efektif. Belum disetujui DPR," kata Purnomo di Jakarta, Rabu (21/3).
Dia menyatakan, pengadaan Sukhoi itu dimulai TNI AU selaku user dan memahami kebutuhan alutsista yang harus dipenuhi. Setelahnya proses itu dibahas di Mabes TNI dan terakhir pihaknya yang memenuhi berdasarkan permintaan TNI, selaku penanggungjawab anggaran. Sebelum melakukan persetujuan, pihaknya berkonsultasi dengan pengawasan internal Kemenhan dan Komisi I DPR yang dipimpin TB Hasanuddin.
"Ini kontraknya belum disetujui DPR dan harus dipertanyakan dari mana unsur korupsinya," kata Purnomo.
Karena itu, pihaknya mempertanyakan data yang dimiliki beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dijadikan bahan laporan ke KPK. Pasalnya sangat aneh kalau kontrak pembelian belum diteken namun pihaknya dipanggil KPK dengan alasan menandatangani persetujuan kontrak penggelembungan anggaran.
"Saya siap dipanggil KPK. Tapi, logikanya di mana?," sanggah Purnomo