REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso menilai partai-partai besar yang berada di parlemen berusaha menggusur partai-partai kecil yang berada di luar parlemen.
"Usulan 'parliamentary threshold' tinggi dan partai politik di luar parlemen harus diverifikasi merupakan bukti upaya partai besar ingin menggusur partai kecil," kata Sutiyoso ketika menjadi pembicara utama pada diskusi 'Akal-akalan Perubahan RUU Pemilu', di Jakarta, Senin (12/3).
Diskusi diselenggarakan forum lima yakni PKPI, Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), dan Partai Damai Sejahtera (PDS). Tampil sebagai pembicara pada diskusi tersebut adalah Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Menurut Sutiyoso, UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu menyebutkan bahwa semua partai politik peserta pemilu legislatif 2009 otomatis akan menjadi peserta pemilu legislatif 2014.
Namun pada pembahasan revisi UU Pemilu di DPR RI, menurut dia, muncul usulan untuk menghapus pasal tersebut dan mengusulkan agar semua partai politik yang tidak berada di parlemen harus menjalani verifikasi faktual.
"Verifikasi faktual dengan sarat yang persentase tinggi sangat berat dijalani. Ini merupakan upaya penggusuran yang dilakukan partai besar terhadap partai kecil," katanya.
Sutiyoso menjelaskan, verifikasi faktual yang harus dijalani adalah partai politik harus memiliki pengurus tingkat provinsi di seluruh provinsi di Indonesia atau 100 persen.
Kemudian di setiap provinsi partai politik harus memiliki pengurus tingkat kabupaten dan kota minimal 75 persen. Selanjutnya di setiap kabupaten dan kota, harus memiliki pengurus kecamatan minimal 50 persen. "Persyaratan itu sangat berat," katanya.
Sutiyoso mencontohkan, di Provinsi Papua yang infrastuktur fisiknya masih buruk, untuk mendirikan pengurus kecamatan minimal 50 persen di setiap kabupaten dan kota sangat berat. Menurut dia, masih banyak kecamatan-kecamatan yang sangat sulit dijangkau karena akses transportasinya masih buruk.
Pada kesempatan tersebut, Sutiyoso juga menilai, usulan 'parliamentary threshold' empat persen juga merupakan upaya partai besar untuk membunuh partai kecil, yang juga akan berdampak pada tingginya jumlah suara yang hangus.
Ia mencontohkan, pada pemilu legislatif 2009 yang menerapkan persyaratan 'parliamentary threshold' 2,5 persen, muncul suara hangus sebanyak 19,4 juta suara. "Jika 'parliamentary threshold' dinaikkan hingga lima persen, maka suara hangus yang muncul bisa menjadi dua kali lipat," katanya.
Menurut dia, suara hangus yang sangat tinggi bisa membuat hasil pemilu tidak memiliki legitimasi. Pada kesempatan tersebut, Sutiyoso mengusulkan, agar pada pembahasan revisi UU Pemilu tidak perlu menggunakan persyaratan 'parliamentary threshold' sehinggga mengakomodasi kursi dari seluruh partai politik peserta pemilu.
Namun pengaturan yang diberlakukan di DPR RI, kata dia, pada pembentukan fraksi, hanya ada dua fraksi yakni fraksi pendukung pemerintah dan fraksi penyeimbang pemerintah. "Sampai saat ini pembahasan persyaratan 'parliamentary threshold' belum sepakat, sehingga masih mungkin membuat keputusan tidak memberlakukan persyaratan tersebut," katanya.