Sabtu 10 Mar 2012 07:01 WIB

Kancing Isi Kokain, Modus Baru Penyelundupan Narkoba

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Heri Ruslan
Bubuk kokain.
Foto: WordPress
Bubuk kokain.

REPUBLIKA.CO.ID,  Tujuh potong gaun abu-abu itu tampak berbeda. Jumlah kancingnya yang menempel di gaun itu mencapai 178 buah. Ada yang menjadi sekadar hiasan di bagian pundak, seperti baju militer untuk meletakkan pangkat.

Ternyata itu bukan sekadar kancing. Ratusan butir kancing itu seperti liontin, karena bisa dibuka. Ternyata, di dalam kancing itu terdapat paketan kokain yang dikirim dari India. Masing-masing paket seberat 4-5 gram.

Diameter kancing itu mencapai dua hingga tiga sentimeter, terbuat dari seng berlapis bahan pakaian. "Kesannya seperti hiasan. Cukup efektif untuk menipu," jelas Kepala Satgas Operasi Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Benny Jozua Mamoto, Sabtu (10/3) dini hari, di Bandara Ngurah Rai, Bali.

Jumlah kokain itu mencapai 628,5 gram. Kokain seharga sekitar Rp 2 miliar itu rencananya akan diedarkan di Pulau Dewata oleh dua orang tersangka: Feri (30) dan Faisal (25). Keduanya adalah pemuda yang mendatangi Bali dari Pulau Jawa untuk mengadu nasib. Hanya karena ingin cepat mendapatkan uang, mereka akhirnya nekat menjadi kurir dan pengedar narkoba asal Amerika Latin itu.

Kokain dikirim dari India. Negeri pencipta film Bollywood itu hanyalah tempat transit. Asal kokain, menurut Benny, diduga dari Amerika Latin.

"Baru kali ini kokain diletakkan dalam kancing berongga," imbuhnya. Dia menilai ini adalah modus baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. BNN dan Polri sudah tidak heran dengan ulah bandar dan pengedar narkoba.

Mereka kerap merencanakan seribu modus untuk meloloskan narkoba berbagai jenis masuk ke Indonesia. Alasannya, Indonesia adalah pangsa pasar narkoba yang menguntungkan. Kokain dijual per gramnya dengan harga seharga empat juta, dua kali lipat lebih mahal dari sabu yang per gramnya seharga Rp 2 juta.

Pernah narkoba diletakkan didalam tubuh mayat. Organ tubuh dibuang, kemudian diganti dengan narkoba jenis sabu. "Itu sudah pernah kita temukan," imbuhnya. Lebih sadis lagi, tubuh bayi yang sudah meregang nyawa diisi narkoba. Hal ini juga sudah pernah menjadi pembahasan dalam rapat petugas anti narkoba lintas negara.

Bagaimana mengungkapnya? Benny menyatakan petugas di lapangan harus lebih canggih dari bandar dan pengedar narkoba. Ada alat X ray untuk memeriksa paketan barang yang datang dari luar negeri. Jika paket dimasukkan kedalam mesin tersebut, kemudian ditemukan di layar mesin barang sejenis kristal yang menimbulkan sejumlah warna, maka akan digeledah. Didalamnya kerap berisi sabu. Jika berbentuk pil maka dicurigai ekstasi atau ineks. Jika berbentuk tepung dalam paket-paket terpisah bisa jadi kokain atau prekursor.

Namun demikian, x ray kerap tidak mampu mendeteksi narkoba. "Kalau sudah begitu maka insting petugas harus bermain," paparnya. Pada 2010 lalu, Bea Cukai dan Petugas Direktorat Interdiksi BNN menemukan sejumlah baja dengan ketebalan beberapa inci. Mesin x ray tidak mampu mendeteksi apa yang ada didalamnya. Petugas kemudian membukanya. Ternyata terdapat paketan sabu lebih dari dua kilogram, senilai Rp 4 miliar.

Faisal mengaku tidak mengetahui apa-apa mengenai kokain yang diterimanya. Padahal, dia tertangkap tangan membawa paketan kokain yang tersimpan dalam kancing tujuh potong gaun.

"Saya hanya disuruh," imbuhnya. Dia dan Feri ditangkap Petugas BNN di Denpasar, Bali. Keduanya langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani penyidikan. Kini BNN mengembangkan penyidikannya. Diduga, ada seorang yang menjadi dalang yang mengontrol keduanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement