Rabu 22 Feb 2012 08:18 WIB

DPR Diajak Memelototi Renegosiasi Kontrak Freeport-Newmont

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Politikus dari PDI Perjuangan, Dewi Aryani, memandang DPR RI perlu ikut mengawal pada saat pemerintah melakukan renegosiasi kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

"Proses perundingan harus dikawal DPR. Oleh karena itu, Pemerintah harus melakukan konsultasi intensif dengan DPR," kata Dewi Aryani yang juga anggota Komisi VII DPR RI kepada ANTARA, Rabu (22/2).

Dewi menyambut gembira atas kesediaan dua perusahaan tambang besar di Indonesia itu melakukan perundingan kembali, dan inipertanda baik bahwa Freeport dan Newmont sudah mau membuka diri untuk renegosiasi.

Dalam hal ini, lanjut dia, pemerintah sedang diuji dan harus menjadi tantangan positif dan proaktif untuk memanfaatkan momen tersebut guna melakukan renegosiasi dengan fokus kepada memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa.

Sebelumnya, pemerintah telah membentuk Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara. Tim ini diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang beranggotakan, antara lain Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Anggota lainnya, yakni Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Kehutanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sebagai sekretaris tim.

Adapun tugas tim sebagaimana yang termaktub di dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 adalah melakukan evaluasi terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara, yang perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Selain itu, menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk penyelesaian penetapan luas wilayah kerja dan penerimaan negara. Tim inilah yang melakukan renegosiasi penyesuaian kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara.

Tim juga menetapkan langkah-Iangkah yang diperlukan untuk pelaksanaan kewajiban pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara terhadap pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batu bara.

Lebih lanjut Dewi yang juga wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten Tegal, Tegal, Brebes) itu mengingatkan agar dalam perundingan kembali itu tim harus tetap menjunjung tinggi amanat UUD 1945, khususnya Pasal 33.

"Jangan lagi ada pasal-pasal yang di kemudian hari menjadi masalah baru. Kembalikan kesejahteraan rakyat yang terampas asing bertahun-tahun. Dan, jangan ada lagi penyerahan 'sukarela' kedaulatan energi di tangan asing," katanya menandaskan.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan bahwa kebocoran pemasukan negara, baik dari pajak maupun sektor nonpajak, menjadi acuan pemerintah dalam memperbaiki sistemnya.

Melalaikan perbaikan sistem dan reformasi birokrasi, menurut dia, berarti mengabaikan kepentingan nasional. Oleh karena itu, pajak dan nonpajak harus menjadi sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan ekonomi bangsa.

Ia lantas mengimbau pemerintah--dalam hal ini tim--untuk melakukan konsultasi dengan DPR guna mendapatkan masukan dan saran terbaik mengenai bagaimana caranya menjadikan renegosiasi sebagai pintu gerbang penyejahteraan rakyat Indonesia.

Dalam perundingan itu, kata Dewi, ada sejumlah persoalan yang harus menjadi prioritas, antara lain mengenai izin pinjam pakai, berapa luas lahan, jangka waktu kontrak karya, royalti atau penerimaan negara, jenis bahan mineral yang bisa dikirimkan ke negara asal perusahaan, dan kewajiban-kewsajiban soal pengolahan bahan-bahan mineral tersebut.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara, lanjut dia, adalah persoalan pemenuhan 'domestic market obligation' (DMO) dan tanggung jawab sosial perusahaan/'corporate social responsibility' (CSR).

Dalam pembicaraan dengan dua perusahaan tambang itu, Dewi meminta tim harus memprioritaskan pula pembahasan mengenai kewajiban divestasi dan peraturan penggunaan barang dan jasa dalam negeri, kemudian keamanan wilayah pertambangan. Dalam masalah ini, menurut dia, harus ada koordinasi dan pelaporan yang jelas kepada pemerintah.

"Yang tidak kalah pentingnya adalah larangan pelibatan militer aktif dari negara lain untuk menjaga wilayah pertambangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," demikian anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement