Rabu 15 Feb 2012 14:09 WIB

Lima Hakim Agung Dilaporkan ke Komisi Yudisial

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Heri Ruslan
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —- Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan (KMSPP) melaporkan tindakan lima hakim agung kepada Komisi Yudisial (KY) tentang pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) yang dibuat pada 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Kelima hakim agung yang dilaporkan  itu adalah Paulus Effendie Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehgena Purba, Takdir Rahmadi, Supandi. KMSPP terdiri Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Legal Roundtable (ILR), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Transparency International Indonesia (TII).

Peneliti ICW,  Tama S Langkun, mengatakan, pihaknya melaporkan lima hakim agung sebab MA menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4, serta butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Tama, putusan tersebut terasa janggal sebab dalam putusannya berpotensi ada konflik kepentingan.

Atas dasar itulah, pihaknya melaporkan tindakan lima hakim agung tersebut kepada KY. “KY harus melakukan pemeriksaan hakim, dan tidak ragu memberi sanki kepada hakim. Kami juga akan melaporkan mereka ke polisi,” ujar Tama di gedung KY, Rabu (15/2).

Menurut Tama, konteks pelaporan ini sangat dimungkinkan, sebab dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 17 Ayat 5 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim dapat dikenakan sanksi administrasi hingga pidana. Karena itu, pihaknya berharap KY melakukan upaya serius dalam menindaklanjuti laporan KMSPP.

“KY jangan kompromi terhadap terjadinya pelanggaran hukum oleh hakim karena kode etik telah dicabut,” harapnya.

Koordinator MTI Jamil Mubarok mengatakan, dalam UU Kekuasaan Kehakiman, hakim agung dilarang memutus perkara yang berkaitan dengan dirinya. Apalagi dalam SKB Poin 5, hakim tidak boleh mengadili perkara di mana organisasi tersebut hakim aktif.

Mengacu aturan tersebut maka hakim wajib nonaktif agar tidak timbul konflik kepentingan. Karena itu, pihaknya menilai pencabutan poin 8 dan 10 SKB tersebut melanggar UU hingga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. “Ini hakim bisa dikenai sanksi berjenjang,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement