REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka untuk M Nazaruddin terkait kasus pembelian saham Garuda. Menangapi hal tersebut, kubu Nazaruddin yang juga terdakwa kasus suap wisma atlet tersebut tidak terlalu menganggap hal itu sebagai masalah.
"Silahkan sajalah. Biarkan KPK berbuat sesuka hatinya kan semua nantinya jadi terungkap,"kata salah satu anggota tim kuasa hukum Nazaruddin, Junimart Girsang yang ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta , Senin (13/2).
Menurut Junimart, Nazaruddin sendiri tak terlalu kaget dengan penetapan dirinya sebagai tersangka. Nazaruddin, sambung dia, sudah siap disangkakan dalam kasus yang dikembangkan dari penyelidikan wisma atlet tersebut.
"Pak nazar sudah siap segala risiko mau hambalang mau Garuda," katanya. Junimart mengatakan, pihaknya menantang KPK untuk menunjukkan bukti - bukti terkait
pembelian saham PT Garuda Indonesia yang menurut KPK dilakukan oleh kliennya itu.
"Ada gak mana buktinya (beli saham Garuda), Yulianis itu bisa aja bilang ember, beliau itu saksi yang dikondisikan oleh seseorang," katanya. Nazaruddin kembali dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU)dalam kasus pembelian saham Garuda senilai Rp 300,8 miliar tahun 2010 melalui Mandiri Securitas.
Uang yang digunakan membeli saham Garuda diduga diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yakni suap wisma atlet dari PT Duta Graha Indah (DGI).
"Dari Tindak Pidana Korupsinya, MN disangkan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider pasal 5 ayat 2, subsider pasal 11 Undang-undang Tipikor," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Senin (13/2).
Selain itu, untuk pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), eks Bendahara Umum Partai Demokrat dijerat pasal 3 atau pasal 4 jo pasal 6 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 jo pasal 55 ayat 1 ke satu tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pasal tersebut menyebutkan bahwa seseorang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta hasil tindak pidana. Nazaruddin terancam 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.