REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kenaikan harga gas elpiji tiga kilogram dari Rp 15 ribu menjadi Rp 16 ribu, hanya berdasarkan kesepakatan para pemilik pangkalan dan agen. Bahkan, pangkalan meminta legalitas kenaikan ini dari pemkab setempat. Namun, tak bisa terealisasi. Karena, sampai saat ini pemkab tidak pernah memberikan sinyal untuk mengeluarkan legalitas tersebut.
Pengurus Hiswana Migas Subang-Purwakarta, Teddy, mengaku tak mengetahui di lapangan adanya kenaikan harga gas. Sepertinya, kenaikan ini berdasarkan kesepakatan para agen dan pangkalan.
Menanggapi hal ini, Kepala Bagian Perekonomian Setda Purwakarta, Abad Hasyim, mengatakan bahwa sampai saat ini keberadaan pangkalan gas elpiji masih menyisakan persoalan. Pemkab tidak bisa mencampuri persoalan distribusi gas elpiji, selagi mereka belum mengurus izinnya. "Pangkalan di Purwakarta itu statusnya ilegal semua. Bagaimana bisa kami ikut campur," ujar Abad, kemarin.
Dia juga menjelaskan, pemkab tidak memiliki kewenangan dengan kenaikan harga gas elpiji. Pasalnya, kewenangan itu ada di pemerintah pusat. Yang menjadi kewenangan daerah, yaitu menetapkan harga eceran tertinggi (HET). Namun, karena pangkalan belum menempuh perizinannya, maka HET gas elpiji di Purwakarta belum ada. Jadi, harga gas yang didistribusikan ke 17 kecamatan yang ada hanya berdasarkan kesepakan antara agen dan pangkalan.