REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum Partai Hanura Wiranto mengatakan, partainya akan tetap mengusung nilai ambang batas parlemen (parliamentary treshold) 2,5 persen dalam pembahasan Undang Undang tentang pelaksanaan pemilu 2014.
"Hanura dari awal sudah memberikan argumentasi bahwa bermain-main dengan angka parliamentary treshold artinya berisiko terhadap banyaknya suara rakyat yang terbuang," kata Wiranto usai menghadiri pertemuan sejumlah tokoh nasional di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis.
Menurut Wiranto, suara rakyat yang dikatakan sebagai "suara Tuhan" dalam konsep demokrasi akan banyak terbuang, jika sejumlah partai tetap memaksakan nilai ambang batas parlemen yang tinggi.
"Jika pada pemilu lalu parliamentary tresholdnya 2,5 persen saja sudah menghanguskan 19 juta suara rakyat, mengapa sekarang ada usulan untuk menggandakannya menjadi lima persen," kata Wiranto.
Wiranto mengatakan, jika permasalahannya adalah soal penyederhanaan partai, maka hal itu bisa diatur melaui mekanisme lain.
"Paling banter naik jadi 3 persen, supaya tidak terlalu banyak kita mencederai rakyat yang sudah datang ke TPS untuk memberikan suaranya," kata Wiranto.
Mengenai dampak keseluruhan terhadap sistem politik Indonesia yang bisa saja mengakomodasi sistem parlementer, Wiranto menilai hal itu tidak mungkin terjadi.
"Semua tergantung political will dari pemimpinnya, rakyat juga bisa menilai mana pemerintahan presidensil dan parlementer," tegasnya.
Nilai ambang batas minimum parlemen merupakan salah satu agenda sensitif dalam perubahan UU Pemilu baru yang sedang dibahas di DPR.
Saat ini ketentuan tentang ambang batas minimum perolehan suara partai dalam pemilu diatur oleh Undang Undang Pemilu No.10 Tahun 2008 Pasal 202 ayat 1 yang menyebutkan "partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR".
Pansus RUU tentang perubahan UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 telah membentuk Panitia Kerja yang akan membahas teknis perubahan UU tersebut.
Jika sesuai jadwal yang dijanjikan Panja, maka diharapkan UU pemilihan umum yang baru dapat disahkan pada Maret mendatang.(T.P012)