Jumat 06 Jan 2012 08:05 WIB

Warga Mesuji: Kami Pernah Makmur Sebelum Mereka Caplok Tanah Kami!

Sejumlah warga Kabupaten Mesuji, Lampung, Ahad (18/12), berada di depan perkemahan mereka yang didirikan di areal Hutan Register 45 yang masih menjadi sengketa antara warga dengan PT. Silva Inhutani.
Foto: Antara/Agus Wira Sukarta
Sejumlah warga Kabupaten Mesuji, Lampung, Ahad (18/12), berada di depan perkemahan mereka yang didirikan di areal Hutan Register 45 yang masih menjadi sengketa antara warga dengan PT. Silva Inhutani.

REPUBLIKA.CO.ID, MESUJI - Warga Sritanjung, Kabupaten Mesuji, Lampung mengaku pernah makmur dan berhasil menjadikan 10 sarjana sebelum PT Barat Selatan Makmur Invesindo (BSMI) masuk dan menguasai areal perkebunan mereka. "Kami dulu makmur bahkan anak-anak kami berpendidikan sampai sarjana sebelum perusahaan itu masuk ke sini dan menguasainya pada tahun 1994," kata Ajar E, tokoh warga Sritanjung, Mesuji, Lampung, Jumat.

Menurut warga, perusahaan milik warga negeri jiran itu, menjajah hak-hak warga, karena mengambil lahan dan memanfaatkan lahan perkebunan namun tidak pernah mengganti rugi atas lahan yang digunakan tersebut.

Warga lainnya, Koko, mengaku memiliki lahan keluarga seluar 100 hektare, selama 17 tahun dia dan keluarga terikat perusahaan mengelola lahan itu dan seluruh hasil perkebunan diserahkan pada perusahaan dengan pendapatan sangat minim.

"Kami dipekerjakan dalam sebulan hanya 10 hari dengan upah kerja per hari Rp31 ribu dan upah itu di luar transportasi kami ke luar-masuk areal perkebunan," kata Koko. Warga mengaku jengah dengan tindakan kesewenang-wenangan perusahaan terhadap petani. Kejengahan itu terakumulasi dan puncaknya meledak pada 10 November 2011.

Masih pengakuan warga, mereka memanen sawit di kebun miliknya sendiri yang diklaim oleh perusahaan. Namun ketika itu salah satu motor warga ditarik paksa dengan menggunakan truk bahkan satu diantara rekan mereka hilang.

"Kami beramai-ramai mendatangi kantor kepolisian bermaksud mengambil motor dan menanyakan di mana keberadaan saudara kami, tapi belum saja kami sampai dan bertanya, anggota kepolisian membrondongi kami dengan peluru tajam," ujarnya.

Dalam insiden itu, satu warga tewas. Warga pun semakin memanas dan akhirnya membakar perusahaan. Di sana pun, warga masih dihujani peluru.

Insiden pelanggaran HAM itu bermula dari satu konflik agraria, yakni PT BSMI dan PT Lampung Interpertiwi (LIP) yang menguasai lahan tanpa melalui proses ganti rugi.

Dari 10 ribu hektare lahan inti PT BSMI yang digantirugi kepada warga hanya 5.000 hektare sisanya dianggap recognisi.  emikian halnya dengan PT LIP dari 6.628 hektare yang diganti hanya 3.314 ha.

Kelebihan areal PT BSMI dan PT LIP tanpa proses pembebasan seluas 2.455 ha dan lahan cadangan plasma PT BSMI yang dikuasai tanpa proses pembebasan juga seluas 7 ribu hektare. Kini, warga berharap pemerintah mengambil HGU perusahaan itu dan mengganti pengelola perkebunan itu dengan perusahaan lain.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement