REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muhammad Nazaruddin, terdakwa kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, memprotes keras dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sama sekali tidak sama dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Saya protes keras atas dakwaan yang saya tidak mengerti. Karena uraian jaksa dalam dakwaan tidak masuk akal dan tidak sesuai fakta," tegas Nazaruddin dalam nota keberatan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (7/12).
Nazar mencontohkan hal yang tidak masuk akal dan tidak sesuai fakta, yakni disebutkan dirinya dan istri tercantum sebagai pemegang saham Grup Permai. "Harusnya konfirmasi dulu penyidik ke saya atas semua kesaksian tersebut. Tapi saya tidak pernah dikonfirmasi," ujarnya.
Karena alasan itu pula, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat ini mengatakan bahwa pengadilan yang sedang ia jalani hanyalah rekayasa. Hal tersebut tertuang dalam nota keberatan sebanyak 20 lembar yang dibuat dan dibacakan sendiri oleh terdakwa dalam persidangan.
"Pengadilan ini hanya direkayasa, dan saya ditipu untuk pergi ke Singapura, ternyata saya direkayasa seperti ini. Saya tidak pernah di-BAP sejak 25 Agustus 2011. Faktanya, saat saya dipanggil terkait Wafid Muharram (mantan sekretaris Menpora), saya malah ditolak penyidik untuk memberikan tambahan keterangan tentang semuanya," ujar Nazaruddin.
Karena itu melalui nota keberatannya, mantan anggota Komisi III DPR ini, meminta Majelis Hakim Tipikor untuk membatalkan dakwaan JPU dari KPK terhadap dirinya.
Kuasa hukum Nazaruddin, Elza Syarief, saat membacakan nota keberatan juga meminta kepada Majelis Hakim Tipikor membatalkan dakwaan atau setidak-tidaknya dakwaan JPU tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim.
Selain itu, ia menilai pihak penyidik telah melanggar Pasal 51 KUHAP tentang Tata Cara Penyidikan, di mana penyidik tidak membuat BAP atau tidak menuntaskan penyidikan terhadap tersangka. Hal ini diyakini bukan kelalaian tetapi sebuah penyalahgunaan wewenang.
Elza juga mempertanyakan dakwaan JPU dari KPK yang disusun secara alternatif yang, menurut dia, tidak lazim karena mengandung nuansa yuridis bersifat negatif. Karena itu, ia menyebut dakwaan JPU ragu-ragu.
Nazaruddin didakwa menerima lima lembar cek senilai Rp 4,6 miliar dari Mohammad El Idris terkait proyek Wisma Atlet Palembang dari Manager Marketing PT Duta Graha Indah Tbk. Jaksa mendakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu pasal 12 huruf b dan atau pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.