REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua KPK terpilih, Abraham Samad, berjanji akan fokus menangani dan mengungkap kasus-kasus korupsi besar. Namun, latar belakang dan pengalaman Abraham di tingkat nasional dalam hal pemberantasan korupsi dianggap kurang, sehingga ia diragukan bisa melaksanakan janjinya itu.
"Tentu Abraham akan terkejut melihat bagaimana mafia hukum atau politisi korup dalam memainkan kasus korupsi di tingkat nasional. Ia akan kesulitan menghadapi keadaan ini," kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PuSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, Senin (5/11).
Feri mengatakan, pengalaman Abraham dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi lewat LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang ia pimpin di Sulawesi Selatan, masih belum cukup untuk mengujinya sebagai aktivis anti korupsi tingkat nasional. Yang akan ia hadapi saat ini adalah kasus-kasus korupsi besar yang mengikutsertakan konspirasi, politik, dan kepentingan tingkat tinggi.
Namun demikian, lanjut Feri, Abraham masih bisa melaksanakan janji-janjinya itu jika ia bisa mengoptimalkan empat pimpinan KPK lainnya yang lebih berpengalaman di tingkat nasional. Selain itu, ia harus mampu memanfaatkan SDM-SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki oleh KPK.
"Ya, tentunya dia harus merangkul dan bisa bekerjasama dengan pimpinan KPK terpilih lainnya yang lebih berpengalaman seperti Busyro Muqoddas atau Bambang Widjojanto," kata Feri.
Seperti diketahui, Abraham Samad berlatar belakang seorang advokat dan aktivis anti korupsi di Sulawesi Selatan. Ia merupakan satu-satunya pimpinan KPK terpiilih yang lebih banyak berkiprah di daerah.
Sebelum dan sesudah Abraham dipilih menjadi pimpinan KPK, ia sesumbar hanya akan membongkar kasus-kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar. Sedangkan diketahui, kasus-kasus korupsi besar yang penanganannya belum tuntas di tangan KPK di antaranya adalah kasus Bank Century dan BLBI.