Jumat 02 Dec 2011 16:30 WIB

Kejaksaan Agung Dukung Azas Retroaktif dalam RUU Perampasan Aset

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kejaksaan Agung mendukung jika Undang-Undang Perampasan Aset diberlakukan asas retroaktif (berlaku surut). Wakil Jaksa Agung, Darmono, mengungkapkan pemberlakuan tersebut dapat memaksimalkan pengembalian aset negara (aset recovery) negara dengan optimal.

"Itu baik selama itu untuk kepentingan aset revovery dalam rangka untuk menyelamatkan uang negara,"ujar Darmono saat dihubungi republika, Jumat (2/12). Darmono mengungkapkan dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka langkah-langkah pemerintah bisa dilindungi secara khusus. Sehingga, Undang-Undang sebelumnya, yakni Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bisa dilengkapi.

Menurutnya, Pemberlakuan asas retroaktif  tepat untuk penyitaan harta terdakwa.  Darmono menjelaskan selama ini praktik tersebut sudah berlaku pada Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Itu sudah dilakukan dalam praktik perkara Bahasyim. Diduga diperoleh sebelum tindak pidana yang didakwakan dan itu dirampas,"ujar Darmono. Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini  mengungkapkan perampasan dapat dilakukan meski harta hasil tindak pidana didapatkan sebelum pemberlakuan Undang-Undang tersebut.

Meski demikian, Darmono menegaskan perlu kajian lebih mendalam tentang berapa lama pemberlakuan surut Undang-Undang itu. Sehingga, negara bisa menggunakan skala prioritas terkait dengan harta kekayaan yang akan dirampas. "Undang-Undang surutnya berapa lama enam tahun atau sekian tahun. Kalau saya selama itu untuk kepentingan kita setuju saja,"jelasnya.

Meski demikian, Darmono menegaskan bahwa bukan tindak pidana yang seharusnya diberlakukan surut. Pasalnya, hal tersebut akan bertentangan dengan asas legalitas dalam prinsip hukum.  "Kalau pidana enggak mungkin surut karena akan bertentangan dengan prinsip hukum,"ujarnya.

Oleh karena itu, terkait dengan apakah aset almarhum mantan Presiden Soeharto akan bisa dirampas dengan Undang-Undang ini, Darmono menjelaskan harus dilihat status harta yang bersangkutan. Apakah terkait pidana atau tidak. Pasalnya, Darmono menjelaskan perampasan aset seharusnya tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya delik pidana yang mendukung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement