REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sistem sambungan antara kabel utama dengan "hanger" atau kabel penggantung diduga kuat mengawali atau memicu runtuhnya Jembatan Kartanegara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, kata Ketua Tim Investigasi Universitas Gadjah Mada Bambang Suhendro.
"Fakta juga menunjukkan klem jembatan masih utuh, tetapi baut dan mur mengalami gagal geser. Kegagalan geser merupakan fenomena kegagalan material yang bersifat getas sehingga terjadinya secara tiba-tiba tanpa diawali dengan gejala, misalnya lendutan atau deformasi yang membesar terlebih dulu," katanya di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, runtuhnya jembatan ada indikasi seiring berjalannya waktu, kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang mengalami degradasi sehingga tidak memenuhi syarat lagi. Menjelang runtuh, komponen kabel utama, hanger, rangka jembatan, pylon, fondasi, dan angkur blok teramati masih berfungsi baik.
"Meskipun hal itu masih perlu ditindaklanjuti pembuktiannya, Tim Investigasi UGM memiliki hipotesis mengenai sistem baut dan mur sambungan mengalami kegagalan geser, yakni dua atau tiga saja sistem sambungan dari seluruh sambungan yang ada mengalami kelelahan bahan, maka efek domino keruntuhan akan terjadi," katanya.
Tim Investigasi UGM menyarankan sebaiknya reruntuhan jembatan gantung tersebut dimuseumkan sebagai bahan pembelajaran. Dalam hal ini, lebih baik membangun jembatan baru. "Namun, lebih ideal jika membangun jembatan dengan model 'cable stayed', seperti Jembatan Suramadu, ketimbang model jembatan gantung seperti Jembatan Kartanegara yang runtuh," kata Bambang.
Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum yang juga Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UGM Danang Parikesit mengatakan, UGM bersama ITB dan ITS ditunjuk sebagai tim independen untuk bergabung dengan tim profesional untuk melakukan investigasi penyebab runtuhnya Jembatan Kartanegara.
Menurut dia, tim tersebut akan bekerja selama 30 hari ke depan untuk mengumpulkan fakta dan data mengenai penyebab terjadinya keruntuhan serta menghasilkan rekomendasi untuk mengantisipasi kejadian serupa pada jembatan panjang yang ada di Indonesia.
"Hasil pertemuan DPR dan pemerintah memutuskan perlu dibentuk tim independen dari kalangan universitas dan profesional. Ada tiga perguruan tinggi yang terlibat, yakni UGM, ITB, dan ITS, dan tidak menutup kemungkinan ada penambahan tim independen dari perguruan tinggi lain," katanya.
Ia mengatakan, sehari setelah jembatan runtuh, UGM telah mengirim tiga orang untuk meninjau langsung kondisi jembatan.
"Hasil investigasi lapangan tersebut kemudian dianalisis secara ilmiah untuk menghasilkan rekomendasi kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk mengambil langkah lebih lanjut," kata Danang.
Tim Investigasi UGM beranggotakan, Hencricus Priyo Sulistyo, Andreas Triwiyono, Adhy Kurniawan, dan Nur Ilham.