REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Partai Golkar mengusulkan agar pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) dilakukan serentak masuk dalam RUU Pemilu yang kini tengah berjalan. Alasannya, Undang-Undang Pemilu tidak hanya akan digunakan satu atau dua periode. Selain itu, pemilu serentak juga dikatakan sejalan dengan prinsip efisiensi dari pemerintah.
"Kita ingin bangun sistem yang lebih baik. Maka kami ingin usulkan pemilu serentak. Pilpres dengan kepala daerah, DPR beserta DPRD ke bawah. Kami usulkan masuk dalam pembahasan," ujar anggota Pansus RUU Pemilu dari fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/11).
Menurut Nurul, masalah pemilu memiliki keterkaitan dengan banyak undang-undang. Antara lain, UU Pemilu, UU Pemilihan Presiden, dan UU Pilkada. Makanya, kemudian Partai Golkar maju dengan satu gagasan. Yaitu, paling tidak 2019 masalah pemilu masuk dalam satu buku undang-undang, yakni Kitab UU Pemilu. Sehingga, tidak terjadi tumpang tindih antar regulasi.
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu, Taufiq Hidayat, mengatakan gagasan tersebut sudah lama tercetus dalam pembahasan UU Pemilu. Jika memang akan dibahas, lanjutnya, maka harus ditentukan kerangka waktu kapan pemilu tersebut dilakukan serentak di dalam draft RUU Pemilu yang sedang dibahas. "Tentu bukan 2014, yang paling mungkin itu 2019," cetusnya.
Pilihan modifikasi penggabungan pun perlu dikaji mendalam. Misalnya, penggabungan pemilu pusat dan lokal yang dikatakan bisa mengangkat isu-isu lokal. Namun, tetap mengandung konsekuensi perubahan undang-undang.