Senin 07 Nov 2011 19:25 WIB

Pemberian Diyat Buat TKI Dilematis

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menilai Pemberian diyat sebagai tebusan buat TKI yang divonis hukuman mati dilematis.

Apalagi anggaran diyat tersebut tidak disediakan oleh negara. "Mengenai uang diyat itu memang dilematis sekali," ujar Juru Bicara Satgas TKI, Humphrey R Djemat, saat memberikan keterangan pers usai rapat koordinasi evaluasi satgas TKI, di Kantor Kemenkopolhukam, Senin (7/11).

 

Dalam kasus pemberian diyat Darsem sebesar dua juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar, menurut Humphrey, bisa dibilang merupakan preseden buruk. Karena untuk kasus setelah itu, seperti persoalan Sakinah mereka meminta diyat cukup besar. Padahal, tidak ada anggaran buat pembayaran diyat tersebut.

Pihak Arab Saudi bahkan mengatakan, ada seseorang (bukan WNI) yang membayar diyat hingga Rp 70 miliar. "Uang diyat ini harus menjadi perhatian ke depan. Bagaimanapun kita tidak ingin kehilangan WNI," jelasnya.

 

Sebetulnya di Arab, diyat ada ukurannya tersendiri. Buat lelaki itu mencapai 100 unta, sedangkan perempuan 50 unta. Setiap satu unta seharga 150 riyal. "Jadi yang ingin kita katakan ke depan itu bagaimana pemberian diyat itu ada dasarnya," terangnya.

Dari 45 orang yang dihukum mati di Arab itu, enam orang sebetulnya sudah bisa diselesaikan secara diyat. Namun, untuk kasus Tuti Tursilawati, persoalannya bukan hanya masalah diyat. Ini lebih karena keluarga korban yang belum memberikan maaf. Mengingat keluarga korban masuk dalam suku yang terkenal. "Kita sudah bicara masalah dengan kabilah, supaya ada pemaafan, belum sampai bicara diyatnya," kata Humphrey.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement