REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka menilai, pemerintah perlu segera membuat kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi. Kesepakatan agar niat untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) lebih optimal.
"Akhirnya tidaklah cukup kalau hanya berpacu pada Undang Undang Saudi. Untuk itu sangat betul bila didorong dengan adanya MoA (Memorandum of Agreement). Banyak hal yang perlu diperkuat dengan MoA," tegasnya yang juga anggota Tim Pengawas TKI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/4).
Menurut dia, Arab Saudi memang sudah merevisi UU perlindungan tenaga kerja asingnya. Namun, revisi itu tidak jelas memuat kewenangan pemerintah atau perwakilan asing dalam melindungi warganya.
Karena itu, ia sepakat perlu segera ada kesepakatan lebih mengikat kedua negara dalam menyusun peraturan-peraturan seperti yang menyangkut perlindungan PMI. Hal itu karena ada beberapa poin yang tidak tercantum pada UU Saudi.
"Karena kita cantumkan dan sepakati melalui MoA dan bisa juga melalui MoU," katanya.
Rieke mengatakan, MoA juga hanya melibatkan Kementerian Tenaga Kerja Saudi, tetapi juga Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Dalam Negerinya. Namun, tegasnya, tentu saja semua itu kembali kepada pemerintah, khususnya kementerian terkait.
"Mau tidak, didorong untuk MoA, atau masih maju mundur dan membiarkan penempatan TKI non-prosedural semakin liar tanpa kita pikirkan bahwa mereka tidak memiliki payung hukum yang kuat setibanya bekerja di Saudi," demikian Rieke.
Rendah kompetensi
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai sejumlah kasus PMI di luar negeri terjadi akibat rendahnya kompetensi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). "Sejumlah kasus yang menimpa PMI akibat rendahnya kompetensi," katanya saat menanggapi kasus Zaini Misrin, PMI asal Madura yang dihukum pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu.
Dia pun mengaku turut merasa prihatin terhadap kekerasan fisik maupun verbal yang dialami banyak PMI di luar negeri, termasuk gaji yang tidak dibayar majikannya. Untuk itu, ia meminta Komisi IX DPR untuk mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) mewajibkan calon PMI agar mendapatkan sertifikasi resmi sesuai bidang keahlian.
Sertifikat ini dikeluarkan dari Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) atau Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat. Hal itu juga diatur dalam Konvensi Internasional Labour Organization (ILO) Nomor 181 tahun 1997 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta serta UU 18/2017 tentang Perlindungan PMI di Luar Negeri.