REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Humphrey R Djemat, mengungkapkan sebanyak 221 warga negara Indonesia terancam hukuman mati di tiga negara.
"Di Arab Saudi jumlahnya 45 orang, di Malaysia 148 orang, dan di China 28 orang," kata Humphrey Djemat usai rapat bersama antara Kemenkumham, Kemenko Polhukam dan Kemenlu di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Senin (7/11).
Dari 148 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia, papar Djemat, 118 orang karena kasus narkoba, 28 orang karena kasus pembunuhan, dan sisanya karena kasus senjata api. Sedangkan 28 WNI yang terancam hukuman mati di China, semuanya karena kasus narkoba.
Sementara di Arab Saudi, dari 45 TKI yang terancam hukuman mati, 23 orang di antaranya sudah divonis. Mereka kebanyakan tersandung kasus perzinahan dan sihir, sementara enam orang di antaranya sudah diselesaikan dengan membayar diyath, dan sisanya masih dalam proses.
Djemat juga mengemukakan, setelah Satgas turun ke lapangan, diketahui bahwa di Arab Saudi, ada beberapa kasus hukum yang harus diulang kembali proses hukumnya, seperti halnya TKI Warnah dan Sumartini.
"Dari proses hukum yang digali kembali oleh Satgas, ternyata kasus sihir yang mengakibatkan anggota keluarganya hilang, sudah tidak relevan. Karena anggota keluarga yang diduga hilang akibat sihir, ternyata telah kembali, sehingga tidak ada korban jiwa. Oleh karena itu, persidangan Warnah dan Sumartini harus diulang," paparnya.
Menurut dia, pihaknya telah menunjuk seorang pengacara untuk menangani kasus-kasus tersebut dan melakukan pendampingan hukum sejak awal kepada TKI yang terancam hukuman mati. Tak hanya di Arab Saudi, lanjut dia, pihaknya juga telah menyiapkan satu kantor pengacara di Malaysia untuk melakukan pendampingan hukum terhadap TKI yang terancam hukuman mati.
Perlu MoU
Ke depan, lanjut dia, perlu ada MoU (kerja sama) antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi dan Malaysia, sehingga kedua negara itu bisa berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia, untuk memberikan informasi bila ada TKI yang bermasalah atau terjerat kasus hukum.
"Selama ini, TKI yang terjerat hukum di Arab dan Malaysia terkadang baru diketahui setelah TKI tersebut telah menjalani persidangan. Kita tidak mau seperti ini lagi. Kita ingin ada pendampingan hukum bagi TKI yang terlibat masalah hukum dan ada keadilan," tegas Humphey.
Selain itu, perwakilan Indonesia yang ada di Malaysia (KBRI) akan membantu untuk melakukan pendampingan bagi TKI bermasalah.
Di tempat yang sama, Menko Polhukam Djoko Suyanto, mengatakan, ada beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Satgas TKI ke depan agar permasalahan TKI yang terjerat hukum bisa diselesaikan dengan baik, antara lain soal pendampingan hukum oleh pengacara dan perlunya MoU antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi dan Malaysia soal keterbukaan informasi bagi TKI bermasalah.
"Satgas TKI akan berakhir pada Desember 2011 nanti. Itu rekomendasi yang diberikan oleh Satgas TKI untuk menyelesaikan TKI bermasalah," tuturnya. Dalam rapat itu hadir Menkumham Amir Syamsuddin, Wamenkumham Denny Indrayana dan Menlu Marty Natalegawa.