Selasa 18 Oct 2011 16:39 WIB

Aneh, Sudah Dibatalkan MK Sistem Proporsional Terbuka Dimunculkan Lagi

Rep: mansyur faqih/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow menilai, usulan untuk menggunakan kembali sistem pemilihan proporsional tertutup pada pemilu mendatang melanggar konstitusi. Pasalnya, sistem ini telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada pelaksanaan pemilu 2009.

‘’Ini negara yang berjalan berdasarkan konstitusi. Ada putusan di masa lalu, di mana sistem proporsional dengan daftar tertutup sudah dinyatakan tidak konstitusional. Kenapa diajukan lagi? Kalau dipaksakan, ini menjadi tidak baik,’’ katanya ketika dihubungi Republika, Selasa (18/10).

Menurutnya, sudah bukan waktunya lagi untuk berdebat apakah akan menggunakan sistem proporsional tertutup atau terbuka. Pasalnya, putusan MK sudah cukup jelas dan harus menjadi landasan bagi partai untuk menghadapi pemilu 2014.

Memang, menggunakan sistem pemilihan terbuka dengan suara terbanyak memiliki beberapa konsekuensi. Terutama, potensi merusak konsolidasi partai. Pasalnya, sistem proporsional terbuka membuat calon legislatif tidak dipilih berdasarkan nomor urut.

Ini, kata Jeirry,  dapat merusak konsolidasi partai. Karena, orang yang telah berjasa dan mengelola partai bisa tidak masuk ke parlemen. Padahal, ada keinginan untuk memberikan penghargaan kepada mereka dengan cara memberikan kursi di parlemen.

‘’Tiba-tiba dengan sistem suara terbanyak mereka jadi tidak masuk. Akhirnya partai jadi sedikit goyah, karena secara internal bergolak. Ada kecemburuan orang yang mengelola partai tapi tidak masuk DPR,’’ paparnya.

Makanya, sistem ini pun berpotensi untuk menciptakan perpecahan partai. Pasalnya, dengan sistem proporsional terbuka, semua calon legislatif menjadi saingan. Rivalitas yang terjadi tidak hanya terjadi dengan orang di luar partai  sehingga cenderung menimbulkan konflik internal partai.

Namun, lanjutnya, jika saat ini semua partai fokus memperkuat sistem proporsional terbanyak, hal ini bisa diatur dari sekarang. Sehingga, tidak terjadi rivalitas di antara calon sendiri dan tidak mengganggu konsolidasi partai.

Apalagi dengan sistem tertutup pimpinan partai memiliki kekuasaan yang besar sehingga dapat menimbulkan potensi nepotisme untuk penyusunan daftar caleg.  Saat ini, katanya, lebih baik untuk berdiskusi dan mendalami bagaimana memperkuat sistem terbuka. Jangan lagi berbicara mengenai sistem tertutup yang sudah tidak konstitusional.

‘’Waktu yang ada bisa untuk meminimalisasi efek-efek yang muncul di internal partai. Tapi kalau kita dorong terus  untuk sistem tertutup, energi kita hanya habis untuk itu. Padahal bisa untuk memperkuat sistem terbuka dan mencari solusi dari berbagai masalah yang ada,’’ cetusnya.

Penguatan tersebut antara lain, mengatasi keluhan yang muncul pada pemillu lalu. Salah satunya mengenai banyaknya calon terpilih yang tidak punya kapasitas memadai. Menurut Jeirry, pada pemilu lalu awalnya daftar calon partai dibuat dengan asumsi nomor urut. Sehingga nomor kecil diprioritaskan untuk jadi anggota DPR.

Tapi kemudian ada perubahan di tengah jalan setelah MK membatalkan sistem tertutup dan mengharuskan sistem terbuka. Partai tak dapat mengubah daftar caleg. Sehingga banyak kejadian terpilihnya calon yang masuk nomor urut besar dan tidak diprediksi oleh partai.

‘’Awalnya mereka dimasukan dalam daftar hanya untuk mengisi agar daftarnya terlihat banyak dan tidak diatur untuk masuk pada pemilu kemarin, namun yang selanjutnya. Tapi ternyata mereka terpilih,’’ cetusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement