REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengaku belum mengetahui secara pasti dalam kasus yang mana ia ditetapkan sebagai tersangka. Ia mengatakan, ada beberapa informasi yang belum jelas sehingga belum berani berbicara terlalu jauh.
Abdul Hafiz menjelaskan, terkait surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), ia disebut oleh mantan juru panggil MK Mashyuri Hasan dan mantan panitera pengganti MK Zainal Arifin Hoesein. Satu lagi kasus pemilihan legislatif Dapil Halmahera Barat. “Ini dugaan saya, saya belum tahu status tersangka yang mana,” ujar Abdul Hafiz di kantor KPU, Selasa (11/10).
Ia menduga, bisa jadi kasus yang membelitnya terkait pengaduan yang disampaikan seorang caleg DPR dari Partai Hanura yang gagal dapat kursi DPR, yaitu M Syukur Mandar. Menurutnya, dalam rekapitulasi kasus yang masuk ke Panja Mafia Pemilu sebanyak 23 kasus, dan salah satu di antaranya kasus Caleg dari Maluku Utara tersebut. Kegagalan Syukur itu sudah dijelaskan dalam rapat dengar pendapat dengan Panja Mafia Pemilu pada 13 September lalu.
Dikatakan Abdul Hafiz, yang bersangkutan tak terpilih karena suaranya kurang dibanding caleg partai lain. Kasus itu pernah disampaikan kepada MK pada 12 Mei 2009, dan setelah digelar sidang beberapa kali MK menolaknya.
Karena merasa belum mendapat konfirmasi resmi dari Bareskrim Polri maupun Kejaksaan Agung, pihaknya tidak bisa menanggapi status tersangka. Ia menyatakan, dua anggota KPU memang dipanggil Bareskrim, yakni Endang Sulastri pada Rabu (12/10) dan Abdul Aziz sehari setelahnya. Dalam pemanggilan kedua anggota KPU itu, Abdul Hafiz mengatakan namanya disebut sebagai saksi atas tuduhan dugaan pemalsuan surat.
Ia menyatakan, siap memberi keterangan sesuai pengetahuannya dengan melihat dulu kasus yang ditanyakan penyidik seperti apa. “Dalam kasus ini belum ada (tersangka). Dalam kasus surat palsu MK, kita sudah di-BAP semua,” ujar Abdul Hafiz.