REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Maraknya penipuan yang terjadi lewat sms dan konten nakal menunjukkan adanya celah regulasi yang bisa dimamfaatkan oleh oknum untuk meresahkan masyarakat.
“Celah yang dimaksud terdapat pada peraturan Menteri tentang konten multimedia,” kata pakar telematika, Ruby Alamsyah. Dalam peraturan tersebut tertulis proses registrasi konten tidak boleh dikenakan biaya.
Namun peraturan tersebut tidak mengatur tentang keharusan bebas pulsa untuk isi sms selanjutnya. Selain itu di dalamnya juga tidak secara tegas meminta penyedia jasa layanan untuk mempermudah proses unreg bila masyarakat ingin berhenti berlangganan.
“Akibatnya proses penghentian layanan sering dipersulit dan membuat pulsa pelanggan tergerus. Mereka pun akhirnya terus menerus terjebak dengan layanan tersebut,” kata dia.
Oleh karena itu, cara paling efektif untuk menyelesaikan masalah ini adalah dari si pelanggannya sendiri. “Jangan mudah terjebak dengan sms dan layanan semacam itu,” katanya. Dengan makin banyaknya orang yang tidak mudah tertipu, maka si oknum juga akan malas untuk mengirimkan sms semacam itu.
Selain itu dia pun meminta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk lebih tegas terhadap para penyedia konten atau layanan nakal. Sementara para penyedia konten nakal bukanlah orang-orang kreatif. “Mereka culas dan prakteknya harus dihentikan,” tuding Ruby.