Kamis 29 Sep 2011 18:29 WIB

Kejagung Terima Dinilai Lamban Tangani Korupsi Kepala Daerah

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penanganan kasus korupsi sembilan Kepala Daerah di Kejaksaan Agung masih ada di penyidikan. Kepala Pusat Penerangan Hukum, Noor Rachmad, menganggap penilaian masyarakat bahwa Kejaksaan Agung lambat adalah hal yang wajar.

"Jaksa hanya pelaksana undang-undang, kalau kita dikatakan lambat terserah masyarakat yang menilainya. Sah-sah saja kalau dinilai seperti itu,"ujar Noor saat dihubungi melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis (29/9). Sekadar mengingatkan, Juli 2011, Jaksa Agung Basrief Arief meminta agar JAM pidsus mengkaji status sembilan tersangka korupsi kepala daerah.

Sembilan tersangka tersebut diantaranya Gubernur Kalimantan Kalimantan Selatan, Rudy Arifin, dan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek. Rudy menjadi tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian santunan pembebasan tanah eks pabrik kertas martapura oleh panitia pengadaan tanah kabupaten Banjar tahun anggaran 2002-2003. Sementara Awang Faroek, menjadi tersangka terkait kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal yang merugikan keuangan negara Rp 576 miliar.

Jaksa Agung, Basrief Arief, melansir terdapat tiga klasifikasi diantara sembilan kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut. Pertama, empat kepala daerah  dinyatakan izin belum turun karena perlu adanya pendalaman terkait ada tidaknya kerugian negara. Kedua, ungkapnya, tiga kepala daerah yang memang sama sekali belum diajukan izin karena untuk pengumpulan alat bukti.

Sementara, dua lainnya, tutur Basrief, perlu ada kajian lagi secara mendalam karena ada pertentangan putusan lain. Dua kepala daerah tersebut, ujarnya, yakni Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak dan Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Arifin.

Pegiat antikorupsi menilai bahwa lambannya proses hukum untuk para kepala daerah disebabkan oleh keharusan penegak hukum yakni Polri dan Kejaksaan Agung meminta ijin presiden untuk melakukan pemeriksaan. Untuk itu, Rabu (28/9) kemarin,Indonesian Corruption Watch dan pegiat antikorupsi yakni YLBHI dan LBH Jakarta mengajukan permohonan uji materi atas pasal 36 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah di Mahkamah Konstitusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement