Jumat 23 Sep 2011 15:54 WIB

Kemendagri: Tudingan Kontras Bohong!

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad
Janda korban Tragedi Rawagede, Cawi (86), diambil gambarnya usai mengunjungi makam suaminya, Bitol, di Monumen Perjuangan Rawagede, Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jabar, Jum'at (16/9).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Janda korban Tragedi Rawagede, Cawi (86), diambil gambarnya usai mengunjungi makam suaminya, Bitol, di Monumen Perjuangan Rawagede, Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jabar, Jum'at (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membantah telah mengendapkan dana hibah dari pemerintah Belanda untuk janda korban Rawagede seperti yang dituduhkan Kontras.

Juru Bicara Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan tuduhan Kontras itu bohong dan sangat tidak mendasar, sebab dana hibah itu masuk dalam daftar isian proyek anggaran (DIPA). Karenanya, dana itu dimasukkan dalam APBN 2011 dan tidak bisa dicairkan dalam waktu singkat.

Menurut Reydonnyzar, selain prosesnya bertahap dan wajib tercatat dalam penerimaan negara, juga disebabkan prosesnya dari pemerintah ke pemerintah. Kondisi itu berbeda dengan gugatan sembilan janda korban Rawagede yang dimenangkan Pengadilan Sipil Den Haag, yang sifatnya perseorangan. "Dana itu tidak ada yang mengendap. Mekanismenya itu goverment to goverment (G to G), bukan private to private. Jadi butuh waktu," ujar Reydonnyzar, Jumat (23/9).

Reydonnyzar menjelaskan kronologisnya. Ada dua hal yang berbeda, pertama tuntutan para janda korban pembantaian Rawagede yang diajukan dan difasilitasi oleh LSM di Belanda dan konon itu dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Belanda. Sejatinya, kata dia, hal itu urusan private to private. Artinya, bahwa pemerintah Belanda masih mengajukan banding dan kasasi kepada pengadilan negeri.

Yang ada sekarang ini, kata Reydonnyzar, benar ada sejumlah bantuan transfer dana hibah yang disalurkan Kementerian Perekonomian Belanda lewat Kedubes RI. Yang pada mulanya, bantuan dimaksud akan diselesaikan langsung kepada masyarakat yang disebut proyek untuk Desa Balongsari. Namun dalam perkembangannya, dana yang akan diberikan itu, kemudian oleh Kedubes Belanda, disalurkan langsung ke warga. "Ternyata penyaluran langsung tidak bisa diterima," jelasnya.

Kemudian, kata Reydonnyzar, dana itu ditaruh di rekening Pemda Kabupaten Karawang, tapi mereka tidak berani menerima. Penyebabnya, masalah itu adalah urusan pusat, maka muncul yang namanya MoU untuk menjamin efektivitas antara Kedubes Belanda dengan Kemendagri. Tapi pihaknya tidak bisa menerima dana yang dimaksud, sebab termasuk dana off budget. Sehingga cara terbaik harus masuk pencatatan APBN.

Dalam APBN, kata Reydonnyzar, Kemendagri menjamin transparansi, akuntabilitas, dan efektifitasnya. Atas transfer dimaksud, Kemenkeu sudah membuka rekening, namun uangnya masih di Kedubes Belanda senilai 850 ribu euro.

Dana itu, lanjut dia, untuk proyek pembangunan terpadu di Desa Balongsari, Kabupaten Karawang, yang penandatanganannya dilakukan pada 2 Desember 2010 dengan nilai Rp 8,6 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement