Jumat 23 Sep 2011 14:46 WIB

Menteri Ekonomi yang Di-Reshuffle adalah yang Kerap Datang Telat Saat Rapat?

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Siwi Tri Puji B
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono berfoto bersama para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II di tangga Istana Merdeka, Jakarta.
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono berfoto bersama para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II di tangga Istana Merdeka, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengindikasikan ada menteri-menteri di bawah koordinasinya yang bakal reshuffle. "Apalagi yang perlu dispekulasikan soal reshuffle? Wong Presiden sudah menyatakan Oktober akan ada reshuffle," kata Hatta di kantornya, Jumat (23/9). Dia mengatakan, kinerja para menteri itu sebenarnya bisa terlihat dari aktivitas sehari-hari menteri tersebut.

"Kalau saya melakukan Rapat Koordinasi jam 07.00 kawan-kawan (wartawan) bisa melihat menteri mana yang rajin, menteri mana yang telat datang," kata Hatta. Menurut Hatta, dari situ bisa terlihat mana yang datangnya pukul 09.00 WIB dan mana saja menteri yang tak hadir.

Hatta memang selalu menyelenggarakan Rakor bersama menteri-menteri yang berada di bawah koordinasinya. Rakor ini digelar di Graha Sawala Kantor Kemenko Perekonomian. Dalam satu pekan, biasanya minimal ada satu kali rakor. Rakor sering berlangsung mulai 07.00 WIB.

"Kawan-kawan (wartawan) bisa mengabsen, jadi saya tidak usah kasih tahu," ujar Hatta. Tapi, Hatta buru-buru mengingatkan bahwa kehadiran pada Rakor itu bukan menjadi ukuran untuk melakukan reshuffle, namun dia mengingatkan bahwa menteri harus bekerja lebih serius.

"Bukan ukurannya yang telat, tapi artinya itu menunjukkan bahwa memang perlu tidak business as usual, kalau biasa bekerja sepuluh jam dalam kondisi bangsa seperti ini mbok ya ditambah lah empat jam lagi jadi 14 jam," katanya.

Ketika ditanya menteri bidang ekonomi yang perlu diganti, Hatta mengatakan, dia tidak ingin masuk ke ranah subjektif dan objektif Presiden dalam memilih pembantunya. Hatta beralasan hal itu hak prerogatif Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement