Kamis 15 Sep 2011 19:18 WIB

Suap Kemenakertrans, Akankah KPK Memanggil Anggota Badan Anggaran DPR?

Rep: Ditto Pappilanda/ Red: cr01
Petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membungkus barang bukti usai penggeledahan di kantor Ditjen Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans di Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (8/9).
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membungkus barang bukti usai penggeledahan di kantor Ditjen Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans di Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kuasa hukum tersangka kasus suap Kemenakertrans, Dharnawati, mendengar kabar tentang rencana pemanggilan KPK terhadap beberapa anggota Badan Anggaran DPR RI yang diduga terlibat.

Farhat Abbas, pengacara Dharnawati, kembali menegaskan bahwa kliennya tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, untuk menyerahkan uang suap senilai Rp 1,5 miliar.

Nama Muhaimin dimanfaatkan oleh Ikandar Pasajo alias Acos untuk memaksa Dharnawati menyetorkan biaya sebesar 10 persen dari total Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal (PPIDT) yang dijanjikan senilai Rp 1 triliun. Acos dikabarkan merupakan orang dekat Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Tamsil Linrung. "Setiap pengusaha wajib setor 10 persen," ujar Farhat di Gedung DPR RI, Kamis (15/9).

Kewajiban ini dicetuskan oleh Sesditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans, I Nyoman Suisanaya, yang dikenal Dharnawati dari Dani Nawawi, mantan staf ahli DPR.

Dharnawati sendiri merupakan direksi PT Alam Jaya Papua yang bermaksud mengikuti tender PPIDT. "Karena ada anggaran buat daerah transmigrasi pembuatan jalan di Timur Indonesia, oleh Sesditjen Pak Nyoman, diperkenalkan pada orang yang bisa mengurus di DPR, yang dekat dengan fraksi dan pimpinan anggaran," papar Farhat.

Karena Dharnawati menolak membayar fee di muka sebanyak 10 persen, Acos pun  mengancam proyek PPIDT tersebut akan diserahkan kepada pengusaha di Jakarta. "Klien kami bilang, jangan begitu, dong, Pak. Kementerian macam apa ini. Tapi memang dasar tebal muka, mereka bilang, cepat dong Bu, Pak Menteri butuh buat lebaran," tutur Farhat.

Dalam sebuah pertemuan yang digelar bersama Nyoman dan Dadong, Acos sengaja membawa tas berisi deposito untuk diperlihatkan kepada Dharnawati bahwa pengusaha dari perusahaan lain telah menyetorkan 10 persen yang dimintanya. "Kami menunggu KPK untuk mengungkap pengusaha-pengusaha yang sudah membayar kepada Acos," kata Farhat tegas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement