REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Munculnya dugaan adanya kursi haram membuat panja mafia pemilu bentukkan Komisi II DPR meminta agar KPU menjelaskan secara lebih detail. Sebab, indikasi adanya kecurangan pemilu 2009 semakin terendus.
Wakil Ketua Komisi II, Abdul Hakam Naja menjelaskan kecurangan itu ternyata bervariasi. "Ada perubahan dapil, pengambilan keputusan MK, hingga jual beli suara lewat perubahan tertentu sehingga indikasi jual beli itu semakin terlihat," katanya saat ditemui, Rabu (14/9).
Maka, KPU, sebagai penyelenggara pemilu sebaiknya memberikan data yang mendetail untuk bisa mengkonfrontasi dengan laporan pengaduan kecurangan pemilu.
Menurutnya, kecurangan pemilu itu merupakan pelanggaran moral yang sangat serius dan perlu ditindaklanjuti.
Tak hanya dari segi penyelenggara pemilunya tetapi juga calon legislatif yang terlibat dalam skenario tersebut. "Inilah yang seharusnya tidak terjadi dan harus diseriusi," katanya.
Hakam mengatakan mafia pemilu ini sebenarnya sudah tercium baunya, tetapi dari segi pembuktian agak sulit untuk dilakukan. Contohnya mengenai perolehan suara yang bisa terbolak-balik.
Celakanya, indikasi jual beli suara itu ada di setiap tingkatan. "Dari semua kasus itu, ada indikasi terjadi di semua level, tetapi hal ini pun susah dibuktikan," katanya.
Senada dengan Hakam, Ketua Komisi II, Chairuman Harahap mengatakan masih perlu data yang lebih lengkap untuk bisa menyimpulkan kecurangan pemilu. Termasuk kemungkinan adanya kursi haram akibat dari kecurangan tersebut. "Hal ini masih dalam penelitian bagaimana sebenarnya, jangan terus kita menuduh," katanya menegaskan.