Selasa 13 Sep 2011 19:50 WIB

Satu Angka Ambang Batas untuk Tiap Jenjang Pemilu

Rep: Ditto Pappilanda/ Red: cr01
Kenaikan parliamentary threshold menjadi 5 persen dinilai akan membunuh demokrasi.
Foto: www.republika.co.id
Kenaikan parliamentary threshold menjadi 5 persen dinilai akan membunuh demokrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekalipun masih berputar di penyamaan angka ambang batas parlemen/parliamentary threshold (PT), perdebatan partai-partai yang duduk di parlemen diperkirakan akan mulai melebar ke masalah penerapan PT per jenjang Pemilu.

Jika sebelumnya PT hanya diterapkan bagi Pemilu Legislatif DPR, di Pemilu mendatang terbuka kemungkinan PT juga akan diberlakukan hingga tingkat kabupaten/kota.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Abdul Hakam Naja, mengatakan terbuka empat opsi yang akan dibahas terkait pemberlakuan PT ini. Pertama, seperti di Pemilu 2009, PT hanya berlaku bagi Pemilu Legislatif DPR. Kedua, besaran PT yang sama berlaku di seluruh jenjang Pemilu, dan jika partai lolos di Pemilu DPRD, tapi tidak lolos PT di DPR, dia akan tetap mendapat kursi di DPRD.

Ketiga, besaran PT diberlakukan berbeda di setiap jenjang (misal, 5 persen untuk DPR; 3,5 persen untuk DPRD Provinsi; dan 2,5 persen untuk DPRD Kabupaten/Kota). Opsi terakhir, satu angka PT berlaku di semua jenjang Pemilu mulai dari DPR hingga Kabupaten/Kota, tetapi jika partai tidak lolos PT di DPR, maka tidak akan mendapatkan kursi di tingkat yang lebih rendah.

"Isu ini kan cukup mengemuka. Masing-masing partai punya kepentingan untuk mengambil posisi," ujar Hakam kepada wartawan, Selasa (13/9).

Menurutnya, draf PT yang diberikan Baleg masih belum jelas, dan akan diperdalam lagi di tingkat Pansus. Dari empat opsi tadi, Hakam cenderung menilai penerapan opsi keempat terlihat lebih sederhana. Besaran PT yang sama di tiap jenjang Pemilu dapat diberlakukan untuk menghindari keberadaan partai daerah. "Artinya komposisi partai-partai di daerah yang ada di parlemen berbeda dengan yang ada di pusat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement