REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Melkianus Bleskadit aktivis Papua dipenjara di provinsi Papua Barat atas keterlibatannya dalam protes damai dan pembentangan bendera kemerdekaan.
Perjalanannya berakhir di lapangan Penerangan di Manokwari yang menjadi lokasi aktivis politik lainnya berkumpul untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan "Melanesia Barat".
Selama upacara mereka membentangkan bendera "Bintang 14", simbol kemerdekaan Melanesia Barat itu, unit Dalmas dari Polres Manokwari menangkap tujuh aktivis politik.
Ketujuh aktivis adalah Melkianus Bleskadit, Daniel Yenu (pendeta), dan lima mahasiswa yakni Jhon Wilson Wader, Penehas Serongon, Yance Sekenyap, Alex Duwiri dan Jhon Raweyai.
Semuanya dituduh "makar" dengan dijerat Pasal 106 KUHP Indonesia yang membawa hukuman maksimum penjara seumur hidup, dan dengan tuduhan "menghasut" sesuai Pasal 160 KUHP Indonesia.
Pada 18 Agustus lalu, Melkianus Bleskadit dihukum dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Manokwari, sedangkan Daniel Yenu dijatuhi hukuman tujuh bulan dan 16 hari penjara pada tanggal 23 Agustus 2011.
Daniel Yenu dibebaskan karena telah menghabiskan lebih dari delapan bulan dalam penahanan.
Sementara itu, pengadilan lima mahasiswa sedang berlangsung. Pengacara Daniel Yenu menyuarakan keprihatinan tentang proses persidangan.
Pengacaranya menyatakan barang bukti tidak berasal dari lokasi kejadian yang ditampilkan selama persidangan dan Daniel Yenu dibawa ke pengadilan 16 Agustus lalu karena dipaksa oleh hakim untuk mengikuti persidangan tanpa kehadiran pengacara yang telah menyiapkan nota pembelaan tersebut.
Menurut Amnesty Internasional, Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang juga menempatkan Indonesia merupakan negara anggota, serta Undang-undang Dasar Indonesia juga menjamin hak kebebasan berkumpul, berekspresi, pendapat dan berasosiasi secara damai.
"Sementara itu, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban dan hak untuk mempertahankan ketertiban umum dan memastikan setiap pembatasan untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai tidak melebihi dari yang diizinkan di bawah hukum HAM internasional," demikian bunyi pernyataan lembaga ini dari kantor pusatnya di London.