Kamis 04 Aug 2011 14:58 WIB

Pengungkapan Peredaran Narkoba di Indonesia Masih Minim

Rep: Irfan Fitrat/ Red: cr01
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar (kiri) dan Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Polisi Gories Mere (kanan).
Foto: Antara/Reno Esnir
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar (kiri) dan Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Polisi Gories Mere (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia menjadi salah satu tempat rawan peredaran narkoba dari luar negeri. Namun, baru 25-30 persen penyelundupan narkoba yang dapat terungkap. Hal ini dikatakan oleh Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN), Komisaris Jenderal Gories Mere, di Jakarta, Kamis (4/8).

Menurut Gories, pendeteksian dan penggagalan narkoba yang masuk dari luar masih sangat minim. Angkanya kurang dari 30 persen. "Kita harus berusaha lebih keras," ujarnya,

 

Angka pengungkapan yang dianggap kecil ini berdasarkan pada perhitungan jumlah penyalahguna narkoba dengan perkiraan jumlah kebutuhan narkoba per tahun. Di Indonesia, terdapat sekitar 2 persen penduduk yang menjadi penyalahguna narkoba. Sementara pengungkapan baru mencapai angka 25-30 persen. "

Untuk itu, kata Gories, upaya penegakan hukum akan terus dilakukan pihak berwenang, seperti BNN dan Polri. Begitu pula, harus ada koordinasi dengan pihak lain seperti Bea Cukai dan Imgrasi untuk pengawasan penyelundupan narkoba.

Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan bagi para pengedar narkoba, termasuk pengedar jaringan internasional. Karena konsumen narkoba di Indonesia tergolong tinggi. "Apalagi harga pasaran narkoba yang terbilang tinggi," kata Gories.

Dia mencontohkan, penyelundupan sabu-sabu dari Iran. Di negara tersebut, sabu-sabu dijual dengan harga Rp 50 juta per kilogram. Namun harga penjualannya meningkat jika dijual di Indonesia. Harganya bisa mencapai Rp 2 miliar per kilogram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement