REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Senin (25/7), mendakwa Gayus Tambunan untuk empat perkara sekaligus. Gayus didakwa dengan pasal berlapis mengacu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pada perkara pertama, Gayus diduga menerima suap senilai Rp 925 juta dari Robertus Antonius terkait gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart. Selain itu, ia juga diduga menerima uang suap dari Alif Kuncoro dalam rangka pengurusan sunset policy terhadap pajak PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin.
Ia didakwa menggunakan dengan Pasal 12 B ayat 1 dan 2 subsider Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 12 B ayat 1 dan 2 subsider Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 11 UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," salah satu anggota jaksa, Uung Abdul Syukur saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/7).
Perkara kedua yakni kepemilikan uang senilai US$ 659.800 dan SGD 9,68 juta yang diduga sebagai gratifikasi. Uang tersebut ditemukan penyidik tersimpan dalam safe deposit box di Bank Mandiri, Kelapa Gading. Padahal, penghasilan bersih terdakwa Gayus selaku penelaah keberatan di Ditjen pajak pada 2008 sebesar Rp 9,2 juta sedangkan pada 2004 sebesar Rp 9,5 juta.
Atas perbuatannya itu Gayus didakwa mengacu Pasal 12 B ayat 1 dan 2 subsider Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut jaksa, penerimaan uang tersebut tidak pernah dilaporkan kepada Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Perkara ketiga yaitu soal kepemilikian uang senilai US$ 659.800 dan SGD 9,68. Atas kepemilikan uang miliaran rupiah itu Gayus juga didakwa melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Gayus diduga sengaja menyembunyikan uang yang tersimpan dalam safe deposit box.
Pada perkara keempat, Gayus diduga telah memberikan suap kepada sejumlah polisi yang bertugas di rumah tahanan Makos Brimob Kelapa Dua, Depok. Salah satunya yakni Kepala Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Kompol Iwan Siswanto yang diberikan uang seluruhnya mencapai Rp 264 juta. Pemberian uang itu dimaksudkan agar Gayus bisa diberi kemudahan untuk meninggalkan sel tahanan.
"Atas kemudahan yang diberikan Kompol Iwan Siswanto selaku Kepala Rutan Jakarta Pusat pada Mako Brimob membiarkan terdakwa Gayus keluar dari sel tahanan sejak Juli 2010 sampai 6 November 2010 selama kurang lebih 78 hari," ujar Uung.
Menanggapai surat dakwaan itu, Gayus mengaku tidak mengerti. Ia tidak paham mengapa ada banyak dakwaan yang ditujukan padanya. Padahal ia merasa tidak melakukan tindakan seperti yang didakwakan JPU tersebut. "Tidak mengerti yang mulia, saya ke sini makin bingung, setiap sidang kenapa dakwaan kepada saya banyak sekali, harus subsider, harus komulatif," ujarnya.
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Suhartoyo menyarankan Gayus untuk diskusi kepada tim kuasa hukumnya atas dakwaan tersebut. Kuasa hukum Gayus, Hotma Sitompoel mengatakan akan mengajukan eksepsi atau pembacaan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa pada hari ini juga.
Namun, majelis hakim keberatan karena keterbatasan waktu. Namun, karena Hotma terus mendesak untuk diberikan kesempatan membacakan dakwaan itu, majelis hakim menyetujuinya dengan catatan tidak boleh lebih dari satu jam.
Hotma Sitompoel dalam pembacaan eksepsi kliennya mengatakan, surat dakwaan dari JPU tidak merumuskan dengan jelas mengenai hubungan terdakwa dengan Roberto dan PT Metropolitan Mart serta pemberian uang sebesar Rp 925 juta kepada Gayus. Perumusan surat dakwaan terkait dengan pemberian uang itu tidak konsisten.