REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak dan gas (migas) yang masuk dalam daftar penunggak pajak sejumlah Rp 6 triliun atau setara 583 juta dolar AS sedang mencari tahu kebenaran data yang dikeluarkaan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Vice President Policy, Government dan Public Affairs Chevron IndoAsia Business Unit, Yanto Sianipar, kepada Republika di Jakarta, Selasa (19/7), menyatakan saat ini pihaknya masih melakukan kroscek data yang dikelurkan ICW tersebut. "Kita sedang berkoordinasi dengan BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas) untuk mengecek data itu benar atau tidak," katanya.
Yanto mengutarakan dibutuhkan waktu setidaknya 1-2 hari ke depan untuk menelaah data yang dilansir ICW tersebut. Jadi, ia tegaskan untuk saat ini belum bisa memberikan bantahan atas statement ICW. "Ya ini karena kan kita masih harus mengecek informasinya," ujar Yanto.
Dia menambahkan nantinya Indonesian Petroleum Association (IPA), asosiasi perusahaan migas di dalam negeri, akan memberikan pernyataan resmi atas tudingan tunggakan pajak yang dihembuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Manajer Humas Pertamina EP, Agus Amperianto, mengatakan pihaknya sedang berkonsolidasi dengan BP Migas dan IPA untuk mengecek data yang dikeluarkan ICW. "Kita akan cari tahu itu data dari mana. Kita sedang konsolidasikan," lugasnya.
ICW merilis data yang menyebutkan sebanyak 33 perusahaan migas, kebanyakan perusahaan asing, menunggak pajak selama dua tahun yang mencapai Rp 6 triliun.