REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai tindakan Pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Sapi Australia yang melakukan penghentian sementara ekspor sapi ke Indonesia karena menganggap cara rumah hewan Indonesia memotong sapi tidak memperhatikan "animal welfare" berpotensi melanggar kesepakatan yang dibuat oleh Indonesia dengan Australia pada tahun 2006.
"Kesepakatan ini dituangkan dalam Agreement Between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation atau yang dikenal sebagai Lombok Treaty," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan, pasal 2 ayat 2 Lombok Treaty menyebutkan bahwa Australia dan Indonesia saling menghormati dan mendukung kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan nasional, dan kemerdekaan politik masing-masing negara dan juga non-intervensi dalam masalah domestik masing-masing negara.
"Dalam konteks ini masalah pemotongan sapi adalah masalah domestik Indonesia. Bila cara pemotongan sapi dianggap biadab oleh Australia, seharusnya keprihatinan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dikatagorikan sebagai intervensi masalah domestik Indonesia," katanya.
Penghentian sementara ekspor sapi oleh Australia, menurut dia, merupakan cara pemaksaan dari Australia terhadap Indonesia yang tidak didasarkan pada prinsip saling menghormati kedaulatan dan non-intervensi.