Rabu 08 Jun 2011 13:36 WIB

Inilah Perkembangan Terakhir Pelacakan Aliran Dana Century

Rep: Esthi Maharani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Bank Century
Foto: ANTARA
Bank Century

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pada Rabu, (8/6) tim pengawas (timwas) Century bersama KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan melaporkan sejumlah aliran dana Bank Century kepada DPR. Dalam rapat yang dimulai sejak pukul 11.00 dipaparkan sejumlah dana dan saham yang tersebar di dua negara yakni Swiss dan Hongkong.

Jaksa Agung, Basrief Arief, menyatakan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhukham), Polri, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) masih berupaya melakukan pemulihan aset terkait aliran dana Bank Century.

"Upaya pengembalian aset di Swiss dan Hongkong masih terus dilakukan bersama Kemenhukham, Polri, LPS, dan Kejaksaan," katanya, Rabu (8/6).

Ia mejelaskan aset di swiss mencapai 158 juta USD. Aparat hukum di Indonesia bekerja sama dengan World Bank (WB), lanjut dia, tengah berupaya untuk mengembalikan dana tersebut, lanjut dia.

Salah satunya, imbuhnya, dengan cara penyerahan berkas putusan pengadilan mengenai kasus Bank Century yang melibatkan beberapa tersangka. WB berperan sebagai perantara yang menghubungkan hukum di Indonesia dan hukum di Swiss untuk membekukan dana di sana.

"Tanggapan dari WB menyatakan hal yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana menurut hukum Swiss tetapi hanya berupa tindak pidana administrasi," katanya.

Maka, WB meminta agar pemerintah Indonesia mengajukan gugatan perdata sesuai dengan ketentuan hukum Swiss sebelum 1 Maret 2011. Berkas itu pun sudah diserahkan sebagai pelengkap bukti pada 28 Februari 2011.

"Kami masih bekerja sama dan WB masih berusaha agar aset itu dikembalikan dan WB berjanji datang untuk membahas kembali," katanya.

Ada pula aset di Hongkong jumlahnya mencapai 388 juta USD dan ditambah dengan saham senilai 655 juta dan uang tunai Rp86 miliar. Langkah yang sudah dilakukan adalah meminta agar pemerintah Hongkong membekukan aset. Pemerintah setempat, ujarnya pun sudah membekukan dana itu.

Namun, lanjut Jaksa Agung, pembekuan itu mendapatkan penolakan dari Robert Tantular sebagai pemilik aset di Hongkong. Robert mengajukan keberatan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Pada 19 April 2011 keberatan itu ditolak tetapi Robert banding dan kejaksaan hingga saat ini masih menyiapkan kontra memori banding," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement