REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Mungkinkah industri pesawat terbang nasional yang kini bernama PT. Dirgantara Indonesia bisa bangkit kembali? Mungkin bisa, tapi yang pasti butuh jumlah besar.
Jumlahnya pun tak tanggung yakni 6 triliun, demikian ungka Direktur utama PT DI, Budi Santosa. Dana itu, termasuk restrukturisasi perusahaan sebesar 2 trilun dan pembayaran utang masa lalu mencapai 3.9 triliun.
Apakah menjamin bakal sehebat, Boeing atau Airbus?. Jawabnya, belum tentu. “Industri pesawat terbang Rusia saja sudah tidak lagi berdaya. Bahkan mereka harus meminta bantuan untuk membuat pesawat.
Perlu diketahui, saat ini Rusia hanya bisa membuat mesin kipas jet pesawat. Sedangkan desain dan lain mereka meminta negara lain” papar Direktur Utama, PT. DI, Budi Santoso di Jakarta, Rabu (25/5).
Budi mengatakan untuk sekedar bangkit saja dana 2 trilun belum bisa menjamin akan membuat DI bersaing dengan maskapai penerbangan yang sudah dulu mapan. "Coba saja, kata budi, tengok Cassa, mereka pada akhirnya tidak sanggup bertahan dan sekarang diambil alih oleh EADS, yang juga pemilik dari Airbus.
“Persoalan DI sekarang merupakan warisan di masa lalu. Kita harus menanggung utang yang jumlahnya cukup besar,” kata dia.
Karena itu, ia menekankan, bila industri pesawat hendak dibangkitkan kembali maka harus ada keseriusan dari pemerintah pusat untuk membenahi DI. “Kalau tidak, ya apa boleh buat, tutup saja,” pungkasnya.