Selasa 22 Mar 2011 16:22 WIB

DPR Setujui Penyadapan Agar Intelijen Bertindak Cepat

Rep: Agung Budiono/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - RUU Intelijen mengatur kewenangan khusus bagi BIN untuk melakukan penyadapan tanpa adanya putusan pengadilan. DPR berposisi mendukung usulan kewenangan tersebut agar institusi BIN bertindak cepat untuk mencegah ancaman kepada NKRI.

Anggota Komisi I DPR, dari Fraksi PAN, Muhammad Najib mengatakan, setelah melalui perdebatan yang panjang akhirnya DPR mengizinkan adanya kewenangan oleh BIN untuk melalukan penyadapan. Menurut dia, awalnya DPR menyetujui agar BIN bisa menyadap dengan catatan harus ada persetujuan pengadilan.

"Namun, karena dikhawatirkan berlarut-larut dengan alasan banyaknya tindakan yang harus dilakukan dalam waktu cepat demi keamanan negara maka persetujuan pengadilan pun dicabut," tuturnya.

Selain itu, menurut dia, ada poin penting yang harus dikritisi yakni, adanya kewenangan lanjutan intelijen di mana BIN dapat melakukan pencegahan dan penangkalan dini serta pemeriksaan intensif'. "Jika merujuk pada kasus Orde Baru hal itu sangat rentan untuk disalahgunakan untuk kepentingan politik penguasa," tegasnya.

 

Seperti diketahui, dalam Pasal 31 RUU Intelijen Negara, penyadapan disebut dengan istilah intersepsi komunikasi. Dalam Pasal 31 ayat (1) disebutkan, lembaga koordinasi intelijen negara memiliki wewenang khusus melakukan intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk membiayai terorisme, separatisme, dan ancaman, gangguan, hambatan, tantangan yang mengancam kedaulatan NKRI.

Selanjutnya dalam ayat (3) dalam pasal itu lembaga koordinasi intelijen dapat memeriksa aliran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga koordinasi intelijen negara dapat meminta bantuan kepada Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga keuangan bukan bank , dan lembaga jasa pengiriman uang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement