REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Meski isu perombakan kabinet Indonesia Bersatu Jilid II kian kencang, Partai Keadilan Sejahtera tetap dalam posisi menunggu keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
‘’Sikap kami sudah jelas, yaitu menunggu keputusan Presiden,’’ ungkap Fachri Hamzah, Wakil Ketua Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera ketika dihubungi Republika lewat telepon, Sabtu (5/2).
Oleh karena itu menurut Fachri, pihaknya akan berhenti bicara soal kemungkinan reshuffle kabinet. ‘’PKS tak ingin bicara kembali soal itu karena tak perlu, karena sikap kami sudah jelas,’’ ucapnya.
Sebelumnya Anis Matta, Sekretaris Jenderal PKS menyatakan tetap menunggu sikap SBY. Untuk saat ini menurutnya keputusan dari SBY belum keluar bahkan PKS pun belum menerima surat undangan pertemuan dengan SBY.
Menurut Anis, sikap PKS akan ditentukan setelah mendapat sikap resmi dari SBY terkait koalisi. Anis mengatakan, PKS hanya percaya sumber informasi mengenai hal itu langsung dari SBY, bukan dari politisi-politisi parpol lain.
Mengenai pidato SBY yang akan memberikan sanksi bagi Partai Koalisi yang tak mematuhi aturan, Anis tidak yakin jika pernyataan itu akan mengarah pada reshuffle yang menimpa PKS. Anis menegaskan, PKS bersikap pasif dalam menanggapi dinamika politik di internal koalisi saat ini. Kader PKS di akar rumput, kata dia, akan mengikuti apa kata pimpinan.
Anis mengatakan, PKS tidak mencampuri adanya parpol yang masuk atau keluar koalisi. "Yang mau masuk keluar itu urusan partai lain. Kalau keputusan ada (dari SBY) baru PKS akan menyatakan sikap," ujar Anis yang juga Wakil Ketua DPR ini. Menurut dia, evaluasi harus menyeluruh, sehingga Partai Demokrat pun dievaluasi.
Menurut Anis, PKS sudah memiliki kalkulasi dengan semua kemungkinan. "Dalam perspektif PKS, ini taruhan integritas, apakah idealis atau pragmatis," kata dia. Mengenai kemungkinan PKS akan dikeluarkan dari koalisi, Anis mengatakan, tidak bagus mendahului Presiden, semua informasi yang ada sekarang baru spekulasi dan gosip.
PKS tidak masalah apapun keputusan SBY. "Tidak ada masalah, silakan Presiden mengambil keputusan apapun yang diinginkan. Masing-masing parpol punya hitung-hitungannya," kata Anis. Terkait sikap PKS yang mendukung Hak Angket pajak, hal itu justru bagian pelaksanaan kontrak koalisi.
Isu ini berkembang ketika SBY menyatakan ada partai politik koalisi anggota Setgab Pendukung Pemerintah yang melanggar kesepakatan koalisi. Meski Presiden SBY tak menyebutkan nama partai tersebut, akan tetapi PKS dan Golkar dianggap banyak pihak melanggar karena menyetujui hak angket mafia pajak.