REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Jaksa penuntut umum menilai mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Susno Duadji telah memanfaatkan pengalamannya sebagai Wakil Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan untuk menyembunyikan hartanya yang berasal dari tindak pidana.
"Latar pekerjaannya tersebut, terdakwa sangat faham tipologi tindak pidana, hingga sangat memahami konstruksi upaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana," kata JPU, R Baktio Rohan, dalam pembacaan tanggapan (replik) atas pembelaan Susno Duadji, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
Sebelumnya, Susno Duadji, dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta atau subsider enam bulan kurungan. Susno menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat sebesar Rp8,1 miliar dan penerimaan suap Rp500 juta dari Sjahril Djohan terkait kasus PT Salmah Arowana Lestari (SAL).
JPU menambahkan Susno dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri aparat penegak hukum. Sehingga, kata dia, Susno dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik penggunaan yang sah maupun tidak sah. "Dari fakta-fakta persidangan, tampak bahwa terdakwa menggunakan pola-pola pencucian uang, sehingga seolah harga hasil kejahatan itu berasal dari kegiatan yang sah," katanya.
Disebutkan, latar belakang terdakwa di bidang penyidikan pun, membuat terdakwa menyusun suatu konstruksi dan argumentasi bahwa ada perbuatan yang terputus dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. "Namun dengan teknik 'follow the money' menjadi jelas dan terang tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa," katanya.
JPU mencontohkan dalam kasus Pemilu Jabar, terdakwa menyembunyikan asal usul harta hasil tindak pidana pemotongan dana pengamanan pidana. Dari hasil pemotongan dana pengamanan itu, terdakwa membeli tanah garapan di Desa Sukaluyu, Kabupaten Bogor, dengan identitas Susno Duadji berprofesi petani melalui perantara Jhony Situanda. "Namun baru kemudian dalam Surat Tanda Setor Pajak atas nama Susno Duadji," katanya.
"Dalam pledoi-nya, terdakwa tidak menyangkal keberadaan masalah Susno Duadji yang berprofesi sebagai petani sehingga seolah-olah perolehan tanah garapan tersebut berasal dari kegiatan yang sah," katanya. Ditambahkan, pembelian tanah di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, seharga Rp5 miliar dengan menggunakan uang "cash" dan "travel cheque", hingga menyebabkan sulit dilacak.
Sebelumnya, Susno Duadji, menyatakan perkara dugaan suap PT Salma Arowana Lestari merupakan rekayasa untuk menjerat dirinya. "Kasus PT SAL itu merupakan perkara rekayasa dan rekapaksa," katanya.