REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut berbagai komitmen pembangunan yang disampaikan pemerintah daerah, termasuk dari Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, hanya pepesan kosong. Ini karena tidak ada yang berjalan. Pembangunan infrastuktur jalan untuk mengatasi kemacetan Jakarta, misalnya, tidak konkret dan sulit terlaksana.
Tapi, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, menganggap Presiden tidak menegur dirinya, namun semua (kita) komponen warga Jakarta. Bagaimana penjelasannya? Berikut wawancara dengan Bang Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo:
Presiden minta pemda pegang komitmen dan mengingatkan investor yang ingkar janji?
Itu merupakan dorongan kepada seluruh jajaran pemda agar berhati-hati dan lebih selektif dalam memilih investor untuk memperbaiki infrastruktur. Pengalaman menunjukkan, terjadi komitmen-komitmen yang tidak dilaksanakan dan tidak ditindaklanjuti.
Presiden bilang, komitmen pembangunan di Ibu Kota Jakarta yang disampaikan gubernurnya, terutama bidang transportasi, ternyata hanya pepesan kosong, tidak jalan?
Membaca media hari ini barangkali ada yang perlu kita dengar dan simak bersama. Presiden tentunya tidak sebutkan Pemprov DKI, tapi Jakarta. Saya kebetulan hadir di situ dan saya merasa teguran Presiden itu bukan diarahkan kepada saya semata-mata, tapi kepada kita semua.
Di Jakarta ada komitmen yang tidak dilaksanakan?
Memang ada, tapi tidak seluruhnya. Saya ingin memberikan ilustrasi kalau teman-teman yang dari Jakarta Timur itu setiap hari banyak yang lewat Kalimalang. Di Kalimalang itu kan ada monumen tidak bertuan. Itu rencana jalan tol yang tidak dilanjutkan dan menjaadi salah satu contoh proyek yang tidak berlanjut. Yang jelas ini ada kaitannya reliability dari investor.
Kita lihat juga misalnya pembangunnan jalan tol West 1 dari Kapuk ke Daan Mogot bahkan sampai jalan tol Merak. Sekarang itu sudah berfungsi dengan baik setelah kurang lebih 15 tahun mangkrak.
Jadi itu hal-hal yang perlu kita antisipasi ke depan. Kita memerlukan investasi non-pemerintah. Jumlahnya sangat besar. Kita tahu bahwa kontribusi dari APBN dan APBD tidak lebih dari 10-15 persen. Jadi, 85 persen lebih dari non-pemerintah.
Tanggapan Anda soal imbauan Presiden agar pemda jangan menghambat investasi?
Saya kira sangat tepat. Mari manfaatkan imbauan itu untuk meningkatkan kejelian kita dalam memilih investor. Tapi bukan hanya untuk kami tapi seluruh jajaran pemerintah daerah supaya kita lebih berhati-hati dalam memilih investor, menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan akhirnya merugikan masyarakat juga.
Perbaikan infrastruktur ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Barangkali itu yang secara umum ingin disampaikan (Presiden). Jadi kalau yang dialamatkan kepada pemda DKI saya terima dengan senang hati kritik itu. Tapi yang sifatnya umum, itu tentu untuk kita semua.
Bagimana dengan yang terkait Pemprov DKI?
Saya tentu berusaha untuk menyeleksi mitra kita (investor) dengan lebih baik, dan sampai sekarang belum ada proyek yang saya rintis -- dan sebentar lagi saya tandatangani lagi MoU -- yang berhenti di tengah jalan.
Di masa lalu juga ada proyek yang berkaitan dengan Pemprov DKI, tapi tidak berlanjut, yaitu monorail. Tentu Anda semua tahu itu. Monorail ini terkendala kemampuan pihak swasta yang tidak bisa memenuhi kewajibannya.
Jadi monorail itu sepenuhnya proyek swasta bukan Pemprov DKI. Kami hanya menyediakan jalur dari line monorail yang mengelilingi central bussiness district dari Kuningan (Jalan Rasuna Said, red), Senayan, kemudian melalui MPR, DPR, Pejompongan, dan kembali lagi ke Banjir Kanal, Kuningan.
Itu barangkali satu-satunya proyek yang berkaitan dengan Pemprov DKI yang tidak berlanjut. Sementara ini akan kita carikan penyelesaian, apakah kita lanjutkan atau tidak, segera setelah kita selesaikan urusan dengan pihak developernya.
Bagaimana sikap Pemprov DKI terhadap investor yang berhenti di tengah jalan?
Yang tadi saya bilang, imbauan Presiden banyak hikmahnya buat semua pemda agar kita melakukan seleksi yang tepat. Karena banyak sekali kepentingan publik, yang rugi akhirnya adalah publik.
Dalam proyek monorail, kita tentu mencari penyelesaian yang terbaik untuk publik. Tapi, penyelesaiannya mau tidak mau harus mengikuti peraturan perundangan dan hukum. Aturan hukum mana yang harus kita ikuti, yaitu MoU antara developer dan pemerintah.
Kita juga menelusuri dan bernegosiasi denganm developer yang sudah menyatakan kemampuannya untuk melakukan (mengerjakan proyek). Banyak perbedaan yang belum bisa kita temukan, karena tentu ada investasi yang sudah diberikan dan ini harus diganti.
Seluruh properti itu bukan punya pemerintah tapi yang bersangkutan (developer). Andai katakanlah kita membongkar pun (saya bisa bongkar secara simbolis), tapi saya tidak bisa mengambil hak orang. Nah, ini harus kita rundingkan.
Sekarang saya juga bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) merundingkan itu, dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan kewajaran dari proyek ini. Tapi kita belum sampai pada titik temu.
Tentang proyek Mass Rapid Transit (MRT), kabar kelanjutannya bagaimana?
Silahkan Anda lihat di internet. Itu lebih jelas. Kalau ditanya mengapa MRT-nya lambat, (sebenarnya) ini berjalan sesuai schedule, tidak ada keterlambatan. Itu bisa dilihat di website kami dan kita akan mulai proses tender dokumennya dan akhir tahun atau permulaan tahun depan kita akan mulai dengan konstruksinya.
Yang jelas, keinginan kita tahun ini adalah menyelesaikan seluruh proses tender. Jadi, tender dokumennya sudah, setelah itu tendernya akan kita laksanakan 2-3 bulan dari sekarang atau pertengahan tahun.
Proses tender itu 4-5 bulan, baru akan kita tetapkan pemenangnya. Ini tender internasional, diawasi ketat oleh pihak-pihak konsultan yang kita libatkan. Tentu kita berharap bisa selesai akhir tahun dan tahun konstruksinya bisa kita mulai akhir tahun ini atau permulaan tahun depan. Selesainya 2016. Itu rencana pengoperasian MRT tahap 1, bagian 1 dari Lebak Bulus sampai di Bundaran HI.