Kamis 27 Jan 2011 12:04 WIB

Komnas HAM: Ada Indikasi Pelanggaran HAM di Pola Operasi Densus 88

Rep: Palupi Annisa Auliani/ Red: Djibril Muhammad
Densus 88 Polri
Densus 88 Polri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komnas HAM mengecam penanganan terorisme ala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri. Apalagi yang dikedepankan tetap saja pola represif. Indikasi pelanggaran HAM ditemukan dalam pola operasi Densus 88. "Saya heran, pola penanganan Densus 88 selalu menggunakan pendekatan refresif," kecam Komisioner Komnas HAM Saharuddin Daming, dalam siaran pers-nya, Rabu (26/1) malam.

Padahal, kata dia, Komnas HAM sudah berulang kali mengingatkan pimpinan Polri tentang pelanggaran HAM yang timbul dari pola itu. "Tapi sampai sekarang Polri terus saja bergelimang pelanggaran HAM dengan dalih penegakan hukum," ujar Saharuddin.

Dia menambahkan Komnas HAM telah membentuk tim penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran HAM dalam operasi pemberantasan terorisme oleh Densus 88. Tim tersebut dibentuk pada September 2010 dan telah menyelesaikan penyelidikan tahap pertama pada bulan November 2010.

Berdasarkan laporan tim dalam sidang Paripurna Komnas HAM pada 22 Desember 2010, Saharuddin mengutip bahwa sudah ditemukan fakta indikasi pelanggaran HAM dalam penanganan terorisme oleh Densus 88. Indikasi pelanggaran HAM ditemukan dari penyelidikan di empat wilayah. Yaitu di Sumatra Utara, Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Di dalamnya mencakup tindakan penganiayaan, perampasan hak, salah tangkap, perusakan harta benda, hingga penghilangan nyawa. "Anehnya karena

pimpinan Polri dan Densus 88 selalu menutupi indikasi pelanggaran HAM tersebut dengan tameng penegakan hukum," kecam Saharuddin. Terbitnya peraturan Kapolri 8/2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar HAM dalam tugas Polri, menurut Saharuddin, mengecewakan. Karena faktanya Polri melalui Densus 88 berulangkali melanggar peraturan yang dibuatnya sendir.

Kalau niatnya memang murni untuk penegakan hukum, Saharuddin berpendapat harusnya Polri bisa lebih tegas kepada Koruptor. "Disini Polri menerapkan standar ganda. Kalau urusan teroris, Polri mampu memburu tersangka meski bersembunyi dilubang semut sekalipun," ujar dia. Sementara, tambah dia, dalam penanganan terorisme jika tidak cukup bukti Polri selalu bisa mengupayakan penemuan bukti meski dengan rekayasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement