REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya berbicara soal kasus Gayus Tambunan. Sebanyak 12 instruksi diberikannya kepada seluruh instansi penegakan hukum agar kasus Gayus dituntaskan dan kasus-kasus serupa di masa mendatang tak terulang. Apakah instruksi ini akan efektif? Berikut wawancara Republika dengan Direktur Pukat UGM, Zainal Arifin Mochtar:
Bagaimana Anda menilai pidato Presiden SBY tentang penegakan hukum?
Pidato itu sedikit revolusioner, ada teroboson untuk bekerja. Tapi, SBY masih lebih banyak bicara tentang reaksi masyarakat terhadap kasus Gayus. Kasus lainnya bagaimana? Seharusnya, pemerintah tidak hanya mendorong kasus Gayus.
Kasus Gayus sudah bergulir lama, kenapa Presiden SBY baru berbicara sekarang?
Kan setiap aksi ada reaksi. Untuk pidato kali ini bagi saya menarik.
Ini merupakan aksi terhadap reaksi yang sangat kuat dari masyarakat untuk diselesaikan oleh SBY. Artinya, desakan publik sangat tinggi. SBY harus tampak sebagai seroang presiden termasuk pada kejaksaan dan polisi.
Paling tidak dari sisi bahasa, itu menggembirakan. Ada instruksi yang keras dan menjanjikan. Tapi, kalau motifnya apa, kenapa baru dilakukan sekarang, itu wallahu’alam.
Perlu diingat, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 (tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi), itu gagal. Tapi kali ini bahasanya bagus, jelas, memerintahkan. Tinggal ada dua kendala; pertama, kemauan aparat yang diperintahkan; kedua, kemampuan presiden untuk mengontrol yang diperintahkannya itu.
Kalau satu dari dua itu tidak match, akan sulit. Kalau bawahan tidak mau melakukan, SBY harusnya mampu menjewer mereka. Tapi jika bawahan mau melakukan, tergantung kontrol SBY.
Apakah bisa dikatakan tindakan SBY itu telat?
Saya tidak bicara soal telat. Yang dilakukan SBY ini memang merupakan langkah yang sudah ditunggu sekian lama. Langkah yang sudah wajib dilakukan SBY sedari dulu tapi baru dilakukan sekarang.
Namun, lebih baik terlambat shalat daripada tidak shalat sama sekali. Apa yang dilakukan SBY sudah //on the track// walaupun dianggap telat, tapi ini penting untuk dilakukan. Ini menjadi aksi terhadap reaksi yang kuat dari masyarakat.
SBY memberi lampu hijau untuk dilakukannya pembuktian terbalik. Apakah akan efektif untuk menuntaskan kasus Gayus atau kasus hukum lainnya?
Sebenarnya tinggal mau dilakukan atau tidak. Di aturan tindak pidana pencucian uang, pembuktian tebalik sudah ada. Tapi tidak pernah dipakai oleh hakim dan jaksa.
Presiden memerintahkan untuk menggunakan ini (pembuktian terbalik), selama ada aturannya tapi tidak pernah dipakai. Pembuktian terbalik itu adalah instruksi untuk digunakan. Sebenarnya pembuktian terbalik ini bisa dipakai pada kasus yang lebih luas. Kalau mau berani, cara ini tidak hanya diterjemahkan untuk pencucian uang.
Presiden memberikan waktu satu pekan untuk memberhentikan atau memutasi pejabat yang terindikasi menyimpang. Sebeapa efektifkah untuk memberantas korupsi?
Pasti bisa membersihkan. Tergantung mau dilakukan atau tidak. Tergantung bawahan SBY, mau melakukan atau tidak. Satu pekan, menurut saya, itu bisa dilakukan. Tapi, mau tidaknya mengerjakan, itu yang penting. Kemudian mampu tidak SBY untuk menjewer yang tidak mau melakukan. Ini merupakan perintah. Perintah harus dijalankan!
Presiden meminta adanya peninjaun aturan hukum yang memiliki celah-celah untuk disiasati. Apa yang mesti dibenahi dalam hal pemberantasan korupsi?
Banyak sekali. Bahkan, semua. Itu harus dari hulu ke hilir. Mulai dari KPK, kejaksaan, asset recovery-nya. Mengerjakan perbaikan hukum itu butuh kerjaan besar. Ujungnya adalah legislasi, untuk membuatnya menjadi undang-undang atau peraturan pemerintah.
KPK dari sisi internal. Poalan KPK adalah undang-undangnya. Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban juga sama. Di tingkat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) juga sama.
Data wajib pajak, bank yang ditutup itu juga perlu dibenahi. Pejabat yang harus mendapat izin untuk diperiksa itu juga menghalangi pemberantasan korupsi dan harus dibenahi. Tentang hal ini, tergantung kemudian, siapa yang melakukan pekerjaan itu. Siapa yang menerjemahkan perintah SBY itu.
Jadi, saya melihat perbaikan hukum tidak bisa dilakukan secara parsial. Bangunan hukum itu seperti bangunan kalau ditarik satu bisa merubuhkan semua. Kalau cuma satu-dua saja justru bisa berpotensi merecoki bukan memperbaiki. Oleh karena itu, harus secara keseluruhan, harus hulu ke hilir. Itu pekerjaan simultan dan memakan waktu lama, tapi itu penting dilakukan.
Terkait instruksi perampasan uang yang terindikasi hasil korupsi Gayus, apakah bisa benar-benar direalisasikan?
Perampasan itu penting. Itu sudah banyak, yang sudah putusan dan harus diambil kembali untuk negeri ini. Sekarang yang harus dilakukan, bagaimana memaksimalisasi pengambilan asetnya.
Itu kerja besar dan sudah tanggung jawab negara untuk melakukan dan mengejarnya. Saya tahu itu sulit, tapi harus dilakukan. Saya percaya matahari terbit besok.
Kendala yang mungkin terjadi?
Semua pasti banyak kendala. Asset recovery pasti banyak kendala. Semua insruksi presiden itu juga banyak kendala. Tapi banyak masalah itu adalah bagian yang harus dikerjakan.
Bisa saja orang keliru tentang optimisme dan kepercayaan. Kalau bilang optimistis lalu percaya 100 persen pada SBY, ya tidak seperti itu. Optimisme itu berharap betul bisa terwujud dan kritik tidak percaya itu masih ada. Bahwa saya berharap uang jatuh dari langit, iya. Tapi saya percaya uang jatuh dari langit, itu tidak akan terjadi.
Dalam penanganan kasus Gayus, langkah apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah?
Sangat banyak. Ini hanya kasus Gayus, masih banyak yang lain. Belum lagi bicara penegakan hukum secara keseluruhan. Ada banyal mafia pajak, ada mafia mining, fishing, logging, dan yang lain.
Kita berharap, kalau kita gagal di sembilan pertempuran, paling tidak kita pernah memenangkan satu pertempuran. Sekarang yang harus dilakukan adalah bagaimana menumbangkan kasus Gayus dan nantinya bisa berkembang ke kasus lain.
Sudah sejauh mana kerja pemerintah sendiri dalam kasus Gayus?
Belum ada kerja. Kalau ini dilaksanakan sebenarnya kinerja akan terangkat. Kalau tidak dilaksanakan, tidak akan ada kemajuan. Dalam evaluasi kita tahun 2010, tidak ada makna, sama seperti tahun sebelumnya, sama saja, tidak ada teroboson. Kasus korupsinya begitu-begitu juga.
Kalau kasus koruspi tetap begitu-begitu juga, cuma ada dua kemungkinan; pertama, tidak pernah bisa menemukan obatnya; kedua, ada dan tahu obatnya tapi tidak meminumnya. Tidak ada perubahan yang bermakna.
Kritik saya ke SBY itu kan sebenarnya tentang KPK yang masuk ke kasus Gayus. Pintunya dibuka oleh SBY, tapi tidak sangat lebar. Sepertinya dipaksakan saja kejaksaan dan kepolisan untuk menyerahkan itu. Tapi SBY mau menjaga hati kejaksaan dan kepolisian.
Catatan saya di kasus Gayus, SBY tidak tegas meminta kepolisian dan kejaksaan membuka diri kepada KPK. Tapi justru bahasa dia untuk mendorong KPK aktif itu menarik. Kalau kejaksaan dan kepolisain mau menerjemahkannya secara baik, itu bagus.