Senin 17 Jan 2011 05:05 WIB

Pengusik Keistimewaan DIY Bermain dengan Pisatu Bermata Dua

Kraton Yogyakarta, ilustrasi
Kraton Yogyakarta, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA-- Ketua Umum Majelis Luhur Taman Siswa Jenderal (purn) Tyasno Sudarto mengatakan, pemikiran keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bila pemerintah pusat tidak mengikuti kemauan masyarakat DIY terkait keistimewaan bukan pilihan tepat.

"Pemikiran itu justru pemikiran yang berbahaya, karena bisa memunculkan negara-negara federal di Indonesia," kata Tyasno saat Sarasehan Kebangsaan Yogyakarta Istimewa untuk Indonesia di Gedung Widyamandala Yogyakarta, Ahad.

Menurut dia, pilihan yang justru tepat untuk dilakukan dalam menyikapi pemerintah pusat apabila tidak mengikuti kemauan masyarakat Yogyakarta adalah meminta pemerintah pusat untuk turun.

"Ini saya pertanggungjawabkan. Siapa yang tidak menghargai keistimewaan Yogyakarta berarti tidak memahami sejarah, pihak tersebut juga tidak memahami budaya, tidak mengerti tentang NKRI," kata Tyasno.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu juga mengingatkan bahwa mengusik-usik keistimewaan Yogyakarta, sama halnya dengan bermain pisau bermata dua, yaitu mengubah demokrasi Pancasila dengan demokrasi liberal, sedang sisi lainnya adalah menjadikan negara-negara federal di Indonesia.

Hal ini seperti halnya dalam penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Sri Paduka Paku Alam (PA) yang bertahta sebagai gubernur dan wakil gubernur. "Itu sudah merupakan hasil permufakatan dari masyarakat, sehingga tidak perlu lagi diusik-usik," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement